Quantcast
Channel: RIAU DAILY PHOTO
Viewing all 270 articles
Browse latest View live

Badondong

$
0
0

Badondong atau pantun badondong lahir secara turun-temurun di daerah Kampar. Sastra lisan ini ada ketika tradisi bergotong-royong yang dikenal dengan sebutan batobo dilaksanakan. Masyarakat Kampar yang beraktifitas di ladang atau sawah memiliki ikatan rasa kebersamaan dalam bekerja atau bertani. Pada saat mereka berada di hutan, ladang atau sawah untuk mencari kayu, menyemai padi, menyadap karet dan sebagainya, mereka saling berpantun dengan cara mendendangkan yang oleh masyarakat setempat disebut badondong. Budaya badondong seiring waktu kemudian berkembang menurut pola pikir atas dasar kesepakatan yang terwariskan secara turn-temurun dari leluhur mereka. Maka nilai-nilai yang terkandung dalam badondong baik isi maupun maknanya terwujud sesuai tata nilai adat yang dipakai dalam mengatur kehidupan masyarakat.

Badondong dalam mengekspresikannya sering pula didendangkan dengan menyerakkan atau meninggikan suara secara bersahut-sahutan. Hal inilah yang menciptakan suasana riuh penuh kegembiraan yang kemudian berpengaruh pada semangat bekerja dan pelepas kepenatan. Jika dilakukan di dalam hutan maka badondong tersebut dapat menghilangkan rasa takut karena terasa ramai dan berkawan-kawan. Diantara nilai-nilai yang ada pada badondong ialah menyangkut pendidikan karakter, seperti pantun berikut:  

Matilah lintah dipaluik lumuik cu Di tongah-tongah cu kosiok  badoai oo hoi Apo perintah kan den tuwuik yo cu Asalkan jan kasiohkan bacoai oo hai Onde cu (Matilah lintah dipalut lumut ya bang Di tengah-tengah bang pasir berderai Apa perintah akan saya turuti ya bang Asalkan jangan kasihkan berceraioo hai Aduh bang.

Bentuk pantun pada badondong sama seperti pantun biasa yang terdiri dari empat baris, baris pertama dan kedua sebagai sampiran dan baris ketiga serta keempat sebagai isi. Polanya a,b;a,b. Perbedaan pantun badondong dengan pantun biasa ialah adanya sisipan kata atau bunyi seperti onde diok (aduh dik), onde cu (aduh bang), oo cu (oh bang), diok (adik) diantara pantun yang dituturkan 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Badondong menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800642.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 140)

Nandung Indragiri Hulu

$
0
0
Tradisi menidurkan anak sambil bersenandung
hampir tersebar di setiap daerah yang ada di Provinsi Riau dengan cara yang persis atau jauh berbeda. Tradisi menidurkan anak sambil mendendangkan atau menandungkan kata-kata hikmah menjadi tradisi yang tersebar di seluruh wilayah Riau dengan berbagai irama dan sebutan atau istilah, seperti Dodoi, Dudui, Dudu dan Nandung. Khusus tradisi Nandung yang terdapat di wilayah Indragiri Hulu khususnya Melayu Rengat apabila dilihat dari bentuk dan pola baris serta irama akhir di setiap kalimat termasuk pada bentuk pantun. Tetapi ketika nandung dilafaskan atau dinyanyikan, bentuknya mendekati pola irama syair, sebab bentuk dan pola syair dapat dilafazkan dengan irama nandung. Susunan kalimat nandung terdiri dari empat baris. Dua baris pertama berupa sampiran sedangkan dua baris terakhir berupa isi dengan rima akhir a,b;a,b. 
 
Keberadaan nandung di Indragiri Hulu berfungsi dalam hal menidurkan atau merayu anak agar tidur pada saat dibuaikan oleh ibunya. Dalam perkembangannya pantun-pantun yang terdapat dalam isi nandung kemudian dipilih dan dipadatkan dengan kalimat-kalimat yang mengandung pengajaran dan nasehat, diselingi dengan tahlil antara tiap bait dan dinyanyikan dengan irama yang menyerupai irama syair. Irama syair yang bernuansa Melayu tersebut kemudian bersebati pula dengan irama qiraat al-quran sehingga irama nandung mempunyai ciri khas dan baku.
 
Nandung Melayu Indragiri Hulu yang merupakan sastra lisan khas masyarakatnya dapat dilihat dari contoh berikut: La Illaha Illallah (3 kali) Dudulah si dudu Dudulah si dudu Tidolah mate nak saying Si buah hati. Nandung lah dinandung ke pantai nandi Orang begaja nak saying due beranak Bukan telangsung kite kemari Memohon perintah orang yang banyak Anaklah ndu raje Seleman Terbang ke tingkapmelambai angina Kalaulah rindu pandang ke halaman Di situ tempat kakak kau bermain Petiklah poa delima batu Anak sembilang di tapak tangan Abang kau jauh di negeri yang Satu Hilang di mate di hati jangan Burunglah gagak burung kedidi Hinggap di ranting si limau manis Mak mengembus si sawan pogi Mak menangkal si sawan tangis Nak gugu gugulah nangke Jangan ditimpa si ranting pauh Nak tido tidolah mate Jangan dikenang orang yang jauh Dondanglah si dondang bawe betandang Sayurlah bayam berkicap manis Rindu siang bawa bertandang Rindu malam bawa menangis Enciklah Alam mengail kekek Dapat seekor ikan gulame Berkirim salam kepada encek Bulanlah terbang suruh ke sane.
 
Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Nandung menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800643
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 143)   

Gambus Selodang Siak

$
0
0

Jaap Kunst (1973) menyatakan bahwa gambus berasal dari perkataan arab yaitu Qupus. Istilah Qupus mengalami perobahan menjadi Gabbus di Zanzibar dan Filipina selatan. Dikepulauan istilah Qupus secara Linguistik berubah menjadi Gambus. Gambus dikepulauan Nusantara bisa dijumpai di semenanjung melayu, pesisir Sumatra dan Jawa. ( Dewan Budaya, 1980). Kedatangan alat musik gambus di Nusantara menurut Anis Mohd N Md dibawa oleh orang Arab seiring dengan pengislaman kawasan ini pada abad ke-15. Sementara itu pendapat lain dikemukakan oleh C. Sachs bahwa orang Persia dan Arab telah melakukan perdagangan di Kepulauan Nusantara pada abad ke-9 dan instrument musik ini dibawa ke dalam kapal-kapal mereka untuk hiburan pribadi pada saat perjalanan laut yang Panjang.

Menurut Banoe (2003, hlm. 158), gambus adalah gambus lute, alat musik tradisional arab yang banyak dikenal di Indonesia. Satuan musik yang berinti alam musik gambus khususnya memainkan lagu- lagu arab dan kasidah. 

Gambus adalah salah satu alat musik chordophone berdawai tujuh (bunyi yang dihasilkan oleh dawai) yang dibunyikan dengan cara dipetik (dalam istilah di Siak dipeteng). gambus ini terbuat dari bahan kayu nangka dan cempedak. Dalam khasanah musik melayu, pada umumnya orang mengenal 2 jenis gambus yakni jenis yang pertama gambus Ud yang terdapat dalam musik timur tengah, alat musik ini sudah dikenal sejak lama dan ditemukan pada lukisan dinding peninggalan peradaban mesir kuno dan mesopotamia, dan jenis kedua gambus selodang. Gambus selodang bentuknya mirip dengan Ud juga, dan muncul di alam melayu sebagai hasil dari interaksi dengan budaya timur tengah yang disertai masuknya islam ke nusantara.

Makna gambus selodang dalam Berein dan Roza (2003, hlm. 20), bahwa gambus menurut masyarakat Riau berasal dari percintaan masyarakat Melayu Riau. Disebutkan bahwa gambus dikiaskan seperti betis wanita. Dalam legenda tersebut bercerita bahwa di atas makam wanita kekasihnya yang meninggal itu ditanam sebatang pohon. Ketika pohon tersebut telah tumbuh besar, kemudian oleh sang pria kekasihnya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan instrumen gambus. Namun dalam sumber yang sama tersebut disebutkan pula bahwa gambus menurut sejarahnya berakar dari Al-Ud yakni sejenis sitar dari India. 

Pada zaman dahulunya di desa-desa belum ada hiburan saat itu para pemuda dan orang tua sering berkumpul bersama dengan memeting gambus di malam hari terasa nyaman didengar di tengah gelapnya sebuah desa. Seiring dengan adanya tarian zapin yang diiringi musik Gambus dan Marwas, saking minimnya hiburan di saat itu pada acara pesta malam harinya dipersembahkan tarian zapin yang  diiringi dengan musik Gambus dan marwas sebagai sarana penghibur saat itu, dan bahkan di setiap acara adat lainnya.

Seiring perjalanan waktu, gambus berkembang menjadi sarana hiburan. Tidak heran pada 1940-an sampai 1960-an sebelum muncul musik melayu atau lebih dikenal musik dangdut.Di Riau gambus selodang semula dimainkan untuk mengiringi tari zapin di Istana Siak dan di rumah-rumah orang terkemuka, kemudian berkembang sebagai alat musik hiburan dan acara- acara sosial, seperti acara perkawinan, syukuran, khitanan, dll.

 Disebutgambus selodang karena bentuk punggungnya berfungsi sebagai resonator menyerupai selodang (seludang), pembungkus mayang kelapa atau pinang. Ukuran punggung (resonator) gambus selodang agak kecil, tidak sebesar dan sebuncit gambus Ud.Pemain gambus selodang biasanya memetik dawai dengan tangan kanan, sedangkan jari tangan kiri digunakan untuk menekan dawai sesuai nada yang diinginkan pada leher gambus. Selain memetik gambus pemain gambus selodang juga bernyanyi diiringi oleh beberapa orang penabuh gendang kecil yang disebut dengan marwas.Pemain Gambus Selodang Siak juga dilengkapi dengan beberapa marwas serta nafiri sehingga lengkap dan dapat menampilkan musik dan tari zapin siak yang selalu dihelat dalam acara-acara pesta pernikahan, khitanan dan acara seni lainnya.

Gambus selodang adalah salah satu instrumen alat musik tradisional yang terdapat di kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak, gambus selodang merupakan adopsi gambus Al-Ud (berasal dari Timur Tengah), sedangkan istilah selodang diambil dari bahasa Melayu Riau yang dalam Bahasa Indonesia disebut seludang 

 Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2005, hlm 1023) disebutkan seludang memiliki dua makna. Makna pertama adalah kulit pembalut mayang pinang atau mayang kelapa. Makna kedua adalah sampan yang lancip ujungnya dan rata pada buritannya. Selain itu selodang juga diartikan sepotong kayu yang secara utuh tanpa sambungan dijadikan instrumen musik gambus. Pada ornamen kepala gambus selodang memiliki makna filosofi tentang daerah Siak seperti motif kepala naga melambangkan kejayaan kerajaan Siak Sri Indrapura.AdabeberapaperbedaanantaragambusselodangSiak, gambus Kalimantan dangambusKarimunKepulauan Riau.GambusselodangSiak mempunyai 7 dawai,bagiankepalaada3bentuk, yaitu motif kepala naga, burungserindit, dankudalaut. MemilikifilosofibahwaSiakdahuluterdapatbanyakburungserindit. Ornamenkepalabuahbelimbingwuluhdanbuahnipahpadapemutardawai. KepalanagamelambangkankekuatandankekuasaandanjugamelambangkankejayaankerajaanSiakdi masalalu.Padamahkotaraja siakterdapathiasanbermotifduaekorularnaga.Gambuskalimantanhampirsamanamunukuran pada body gambusterdapatperbedaan dan gambus Kalimantan memiliki 6 dawai.Demikianjuga di Kepulauan Riau di KecamatanDuraiKabupatenKarimun, body lebih besar, kayusebagai resonator danmempunyai 3 dawaigandadan 1 dawaitunggal.

Gambus selodang Siak yaitu gambus yang dibuat dari sepotong kayu yang utuh dari perwujudan gambus itu sendiri, maksudnya tidak melakukan sambungan dengan kayu lain, gambus itu utuh dari unsur ekor perut lengan dan kepala. Adapun cara membuat gambus secara tradisional terbuat dari kayu nangka. Berdasarkan struktur kayu nangka mempunyai serat yang halus, liat dan mepunyai struktur yang padat serta warna yang cantik. Setelah kayu diukur dengan panjang 110 cm maka ditentukan bagian-bagianya antara lain 10 cm untuk bagian ekor, 40 cm untuk bagian perut, 30 cm untuk bagian leher/lengan/tangan gambus, 30 cm untuk bagian kepala gambus. Adapun cara membuatnya alat-alat yang digunakan yaitu kapak, gergaji kayu, pahat, martil/palu, penggaris/rol. Bahan lainya yaitu kulit kambing dan senar gitar. Setelah unsur-unsur yang terdapat pada gambus diukur lalu langkah awal ialah pembodian, yaitu melakukan penarahan bagian ekor. Setelah ekor terbentuk dilanjutkan bagian perut membentuk separuh bulatan dengan model meniru model kaki betis anak gadis, kemudian bagian lengan/tangan lalu bagian kepala, pada bagian kepala ini di situlah letak motif yang ingin dipakai, untuk gambus selodang Siak meniru dari usur alam seperti flora dan fauna, ada meniru contoh dari ular naga/ular menganga, ada yang mencontoh dari kepala bururng, yang sering dibuat sebagai ciri khas gambus selodang Siak meniru bentuk ular naga. 

Setelah pembodian selesai dilanjutkan menebuk bagian perut gambus menggunakan alat kapak, pahat, dan martil. Tebukan itu akan menyisakan tebal dinding perut, sebaiknya tersisa 1 cm. Adapun fungsi perut gambus adalah untuk menyimpan udara yang mana udara yang tesimpan dalam perut tersebut terbungkus/dilem dengan kulit kambing. Dengan adanya getaran ketika dipeting, suara yang dihasilkan memberi suara yang khusus/spesial bunyi suara gambus, bagian kepala merupakan ciri khas dari gambus itu sendiri yang menandai gambus tersebut berdasarkan dari bentuk dapat ditentukan dari daerah mana gambus itu dibuat. Untuk gambus kabupaten Siak kepala gambus itu diberi nama dengan kepala naga/ular menganga, yang merupakan simbol kerajaan Siak adalah kepala ular naga. Di bagian kepala terdapat 7 lobang yang berfungsi sebagai alat pemutar senar yang disebut dengan telinga gambus, adapun 7 telinga gambus itu  2  telinga gambus untuk dipasang dengan tali senar nomor 1, 2 telinga gambus untuk  ukuran tali senar nomor 2, 2 telinga gambus menggunakan tali senar nomor 3 dan 1 telinga gambus untuk tali senar nomor 4. Tahapan proses pembuatan ekor perut lengan dan kepala memakan waktu 3 hari. Setelah semua terbentuk, tahapan yang berikut ialah memasang kulit kambing. Sebaiknya kulit kambing yang dipasang ialah kulit kambing betina, karna kulit kambing betina sedikit lebih tipis dari kulit kambing jantan, untuk suara yang lebih  bagus, alat yang digunakan untuk memasang kulit kambing ialah paku payung, lem kayu, dan tang, supaya kulit kambing lebih tegang.Memasang telinga gambus hendaklah dibentuk berupa ukiran buah belimbing/buah nipah yaitu tumbuhan yang banyak di sekitaran pantai daerah Kabupaten Siak. Tahapan terakhir adalah finishing yaitu melakukan penghalusan menggunakan kertas pasir dan memberikan warna menggunakan vernis yang dioles di seluruh badan gambus kecuali kulit kambing

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Gambus Selodang Siak menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001107.

 (sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=1845)

Calempong Oguong Kesenian Kas Kampar

$
0
0

Dari segi sejarah, komposisi bunyi dan instrumen yang digunakan pada calempong oguong, tidak ada unsur-unsur budaya Arab atau melodi dari daratan Asia. Berarti musik calempong oguong sudah ada sebelum masuknya Agama Islam pada abad 13 Masehi. Pada zaman primitif dengan kepercayaan animisme, di Wilayah kampar sekarang, masyarakatnya sudah membuat instrumen bunyi-bunyian yang terbuat dari kayu atau bambu, namanya gambang

Gambang dipakai pada kelompok musik gong tanah dengan pemainnya empat orang. Melodi gambang pada gong tanah yang juga masih ada hingga sekarang di Kampar kiri sama dengan melodi calempong logam. Setelah adanya industri logam di daratan Asia, alat musik dari logam ini dibawa pedagang ke daerah Kampar maka penggunaaan kayu sebagai alat musik pindah kepada logam. Calempong oguong yang alatnya terbuat dari logam awalnya dibawa perantau Kampar dari Singapura yang saat itu masih berada dibawah negara Malaysia. Dari Singapura, peralatan yang berupa oguong (gong) dibawa sampai di wilayah yang saat ini bernama Pekanbaru. Oguong itu terus dibunyikan dari Pekanbaru sampai ke Kampar. Dari bunyi oguong itu masyarakat jadi tahu, perantau Kampar dari Singapura telah pulang. 

Calempong oguong tradisi terdiri dari lima orang pemain, yakni penggolong dan peningkah memainkaninstrumen enam buah Celempong, gondang peningka dua orang memainkan instrumen ketepak dasar dan ketepak bungo, serta seorang pemukul gong. Berikut fungsi alat-alat tersebut :

 a)Calempong Alat musik perkusi terbuat dari logam. Enam buah calempong disusun dengan deretan nada tinggi ke tengah pada sebuah kotak berukir yang terbuat dari kayu. Kotak atau rumah calempong juga sebagai ruang resonansi.

 b)Ketepak Alat musik perkusi yang sumber bunyinya selaput/kulit kambing. Bentuknya bulat dan dikedua permukaann ya ditutup kulit yang dirajut dengan rotan. Cara menggunakannya adalah ditabuh dengan jari atau dengan rotan. Ketepak menjadi alat musik pelengkap pada grup calempong

c)Gung (gong) Alat musik perkusi yang terbuat dari logam. Bentuknya bulat berongga. Gung menjadi alat musik pelengkap dalam calempong dan dikir gubano. 

Dalam grup calempong tradisi selalu digunakan dua buah gung. Melodiyang dimainkan pada setiap judul lagu musik calempong baoguong atau calempong oguong hanya dua baris irama yang dimainkan berulang ulang. Dari cara memainkannya, calempong terbagi dua, yakni: Calempong rarak tono atau calempong jalan dengan tiga orang pemain. Masing-masingmemegangduacalempong yang memainkantigajenistingkah.

Calempong rarak ada pula yang diiringi ketepak panjang (gendang panjang) dan umumnya tak menggunakan gong. Calempong baouguong yang bermain sambil duduk. Perangkat instrumennya, yakni calempong sebanyak enam buah dengan dua orang pemain. Tugasnya sebagai penggolong dan peningkah terbuat dari logam kuningan.Gung dengan satu atau dua pemain terbuat dari logam Ketepak Suatu keistimewaan bagi instrumen gendang panjang pada
77calempong disebut ketepak adalah disebabkan gendang ini bila ditabuh bunyinya tak berdegung. Kulitnya terbuat dari kulit tak harus diregang.

Di beberapa daerah, gendang selaputnya diregang kencang sehingga bunyinya berdentang. Dalam menyusun instrumen, calempong bernada lebih tinggi diletakkan ke tengah baik dari kiri atau dari kanan. Salah satu nada calempong yang ditengah dianggap nada inti yang mempunyai kekuatan magis. Pada saat tertentu, calempong inti ini dilimaui (dibersihkan dengan air limau) dan dibacakan mantra-mantra. Ada kepercayaan bawah susunan calempong enam buah diibaratkan makhluk yang memiliki jiwa dan raga sebagai manusia. Calempong yang ditengah diibaratkan hati jantung.

 

Fungsi calempong oguong tercermin dalam ungkapan yang indah ini. Calempong nan menari. Gendang yang meningkah. Gong mengiyakan. Nan jauh kami jemput, yang dekat kami himbau. Babogai kato sumando, diiyakan ninik mamak.Banyak perbedaan, namun semuanya tetap akur dan harmoni dan itulah yang menjadi makna kesenian tradisional Kampar.

Calempong Oguang saat ini keberadaaanya berfungsi sebagai musik hiburan untuk mengisi acara perkawinan, pencak silat, batogak kepalo suku dan perayaan kampung lainnya dan saat ini musik calempong oguong berkolaborasi dengan instrumen musik lainnya seperti mengiringi tarian. 

Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Bedewo Bonai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengn Nomor Registrasi 201600313. 

(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/calempong-ogoung-kesenian-khas-kampar)

 

 

Seperti apa alunan Calempong Oguang, temukan jawabannya dalam video berikut :

 

Asia Heritage Ikon Wisata Pekanbaru dengan Konsep Selfie, Food dan Fun

$
0
0

Asia heritage adalah objek wisata baru di Kota Pekanbaru yang bertemakan Asia Timur , ada Wahana Ala China,Korea Selatan dan Jepang . Objek Wisata Asia Heritage ini luasnya lebih kurang 14hektare dan Objek Wisata ini terletak di Jl Yos Sudarso Km 12.5 kelurahan Muara Fajar Timur Kecamatan Rumbai Barat, Pekanbaru. Asia Heritage Mengusung Tema Selfie, Food dan Fun. Asia Heritage menyediakan kostum Cina (Cheongsam), Jepang (Kimono), Korea (Hanbok) dan kostum tersebut dapat digunakan untuk berphoto di Ikonik Jepang,Korea dan China yang ada di Asia Heritage. Untuk tiket masuk sebesar Rp.30.000,-  dan Rp.50.000,- tentunya cukup terjangkau. Tidak hanya tempat sekedar berfoto ,Asia heritage juga menyediakan panganan khas Jepang ,Korea, Cina, dan tentunya Indonesia.
 
 

Dengan usungan konsep selfie, food and fun Asia Heritage menjelma menjadi objek wisata kekinian di Pekanbaru, bahkan berbagai lini masa milineal Pekanbaru dipenuhi dengan selfie dan photo photo indah , mereka tampil di sosmed masing -masing bak berada di luar negeri. Di Asia Heritage pengunjung bisa menikmati sejumlah lokasi ikonik di Asia seperti Tembok China, Litle Kyoto, Jeju Island, Floating Market, dan juga dapat menikmati Rainbow Split, Eye Trick Museum, bersepeda, Treking  dll.

 


Asia Heritage buka pada pukul 08.00 hingga pukul 18.00 , jangan ragu untuk berkunjung ke Asia Heritage dan untuk ke Asia Heritage pandua di Google Maps juga telah tersedia jadi tidak perlu khawatir, silahkan klik untuk Panduan Google Maps menuju Asia Heritage

Sebelim berkunjung ke Asia Heritage, artikel yang kami sajikan adalah pilihan yang tepat untuk melihat Gambar dan Video dari Asia Heritage.






Untuk Video Asia Heritage dapat menonton pada video berikut :


Tari Gendong

$
0
0

Tari Gendong telah ada sejak abad ke-16 sebelum masuknya Kerajaan Siak. Kesenian tari tradisional ini lahir, tumbuh, dan berkembang di tengah masyarakat yang dikenal sebagai Suku Asli Anak Rawa tepatnya berada di Kampung Penyengat Kecamatan Sungai Apit, yang diiringi alat musik gendang, gong, dan biola. Fungsi tari ini adalah sebagai sarana upacara tolak bala dan sebagai sarana hiburan masyarakat suku Anak Rawa. Penari terdiri dari enak orang wanita yang saling bergantian bernyanyi. Tari Gendong yang penuh suka cita ini dapat dilihat dari cara berjoget dan bernyanyi semua penari maupun penonton yang larut dan ikut dalam suasana kegembiraan. Tarian ini dahulunya ditampilkan pada malam hari saat masyarakat sedang istirahat, sehingga tarian ini dijadikan sebagai hiburan bagi masyarakat yang mana saat siang hari lelah dengan pekerjaan dan pada malam harinya mereka menghibur diri dengan menyaksikan maupun ikut menari dengan para penari Gendong. Tari ini memiliki unsur magis, seperti menyediakan sesajen di dalam pertunjukannya, penari melantunkan sebuah lagu terlebih dahulu sebagai tanda akan dimulainya Tarian Gendong, kemudian barulah penonton boleh menari dengan penari. Penonton yang ingin menari dengan penari harus memiliki lagu dan membayar Rp 10.000. Kemudian, barulah diperbolehkan menari. Di sini dapat dilihat interaksi sesama masyarakat sangat baik dengan 152ditampilkannya Tari Gong ini dapat menjalin silaturahmi serta kekeluargaan yang sangat baik antar masyarakat.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Gendong menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800646.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 151)  

Silat Pangean

$
0
0


Silat pangean merupakan seni bela diri yang lahir dan tumbuh di Kenegerian Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Silat ini diwariskan secara turun temurun oleh guru-guru besar silat pangean yang biasa dikenal dengan Induak Barompek. Di dalam sejarah lisan, silat Pangean diyakini bermula saat salah seorang penduduk dari negeri Rantau Kuantan yang bergelar Bagindo Rajo pergi berguru ke Datuk Betabuh di Lintau, Sumatera Barat. Kepergiannya bertujuan untuk mempelajari agama Islam dan juga silat sebagai seni untuk membela keyakinan agama. Di saat kepergiannya ke negeri Lintau, istri Bagindo Rajo, Gadi Ome, yang tetap tinggal di Pangean bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya, Gadi Ome didatangi roh Syekh Maulana Aliyang datang dari tanah suci Mekkah. Selain bertemu Syekh Ali, Gadi Ome juga bertemu istri Syekh Ali yang bernama Halimatusakdiah. Dari Halimatusakdiah, Gadi Ome belajar ilmu silat. Sehingga Bagindo Rajo dan Gadi Ome merupakan guru yang pertama kali mengajarkan silat Pangean. Oleh sebab itu silat Pangean terdapat dua sifat yang berbeda, yaitu kasar/keras dan lunak/lemah gemulai tapi mematikan.

Seiring perjalanannya, pasangan suami istri ini mulai menurunkan keahlian silat mereka. Pada awalnya, silat hanya diajarkan di kalangan keluarga. Gadi Ome menurunkan ilmu silat menurut suku yang ada padanya (matrilineal). Sedangkan Bagindo Rajo menurunkan ilmunya kepada kemenakan dari keturunan ibu. Datuk Untuik adalah orang yang pertama menjadi murid Bagindo Rajo. Datuk Untuik diangkat menjadi murid karena Bagindo Rajo memiliki hutang budi terhadap ayahnya, Tan Garang. Kala Bagindo Rajo menuntut ilmu ke Lintau, Tan Garang merupakan orang yang menjaga Gadi Ome di kampung halaman. Dari Datuk Untuik, ilmu silat kembali diturunkan ke Pendekar Malin, Maliputi, Pak Ngacak, dan Menti Kejan. Keempat murid pertama Datuk Untuik ini kemudian diangkat menjadi Induak Barompek, gelar tertinggi yang dipakai dalam persilatan ini sampai sekarang. Mereka merupakan kelompok guru yang bertugas untuk menjaga kemurnian dan menurunkan ilmu silat Pangean.  

Secara umum silat pangean dikelompokkan dengan beberapa bagian yaitu: 1. Silek Tangan (silat tangan kosong),2. Silek Podang (silat dengan menggunakan senjata pedang),3. Silek Parisai (silatyang menggunakan senjata pedang dan perisai). Silat Pangean dikenal dengan gerakan yang lembut dan gemulai namun menyimpan kekuatan yang mematikan. Hal ini merupakan ciri dari gerakan silat pangean yang tidak hanya diandalkan pada teknik gerakan, namun lebih disertai oleh suatu refleksitas yang tinggi yang mudah terjadi karena suatu keyakinan dan keteguhan ilahiah seorang pesilat. Persebatian antara raga dan jiwa yang berserah pada Tuhan Yang Maha Kuasa, menciptakan gerak lembut dan tenang tetapi berisi kekuatan yang dahsyat. Setiap orang yang ingin memasuki Pencak Silat Pangean harus melalui serangkaian proses dan memenuhi syarat-syarat untuk bisa bergabung.

Persyaratan yang diperlukan untuk memasuki Pencak Silat ini antara lain ayam jantan satu ekor, beras segantang, kain putih, putik limau manis, pisau sebilah, dan cincin perak. Beberapa faktor yang mempengaruhi orang untuk memasuki pencak silat Pangean diantaranya adalah untuk melindungi diri, karena Pencak Silat dimaknai sebagai seni beladiri atau seniuntuk mempartahankan diri. Kemudian di dalam Pencak Silat terdapat unsur-unsur keagamaan yang mengajarkan untuk selalu bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, Faktor lainnya, karena Pencak Silat ini masih tertutup, kebanyakan anggota yang bergabung dalam Pencak Silat ini bermula dari seseorang yang mereka kenal mengajak mereka.

Sebelum memulai proses latihan setiap anggota Pencak Silat diwajibkan untuk mengenakan atribut yaitu berupa peci dan kain samping. Anggota Pencak Silat yang tidak mengenakan atribut tidak diperbolehkan mengikuti sesi latihan namun tetap diperbolehkan masuk dan duduk di balai silat. Teknik-teknik dan gerakan dasar yang diajarkan dalam Pencak Silat Pangean ini memiliki empat gerakan dasar yaitu langkah empat. Langkah empat merupakan empat langkah dasar yang digunakan dalam Pencak Silat Pangean untuk bertahan dan menyerang. Teknik dasar dalam Pencak Silat Pangean yang digunakan untuk menyerang yaitu menggayung, memopat dan menikam. Pencak Silat Pangean memiliki struktur yang posisinya akandipilih oleh guru Pencak Silat itu sendiri. Posisi itu antara lain adalah guru, wakil guru, penghulu laman, induk berempat, anak bungsu dan anak laman (murid pencak silat). Silat Pangean sudah tersebar ke berbagai wilayah di Riau. Selain sebagai tradisi pewarisan bekal kehidupan, Silat Pangean kemudian digunakan sebagai rangkaian helat dan upacara adat dalam hal penyambutan atau pertemuan berbagai pihak

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Silat Pangean menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800640.

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 130)

Tari Inai Pinggan Dua Belas

$
0
0
Tari Inai adalah sebuah tarian tradisional Melayu yang disajikan dalam rangkaian kegiatan adat Perkawinan Melayu di daerah Riau khususnya di Kabupaten Rokan Hilir. Tarian Inai ini umumnya hanya dilakukan di rumah mempelai wanita saja, sedangkan di rumah mempelai laki-laki tidak dilakukan kegiatan malam berinai, hanya saja inai akan diantarkan ke rumah mempelai laki-laki. Tetapi ada juga sebagian masyarakat melakukan kegiatan tari inai ini untuk menghibur anak laki-laki yang dikhitankan. Kegiatan tari inai ini dibagi menjadi dua macam yaitu Tari Inai Tunggal dan Tari Inai Pinggan 12:
 

   

 

 1. Tari Inai Tunggal yaitu tarian inai yang ditarikan satu orang penari saja, dimana penarinya juga memegang inai di dalam piring yang ditambah bunga atau lilin. Dan  tidak menari di atas pinggan yang bersusun dari 1-12. Pada zaman dahulu masyarakat lebih banyak melakukan kegiatan tari inai tunggal, sementara tari inai pinggan 12 hanya dilakukan sebagian masyarakat yang mempunyai persatuan saja, tetapi sekarang tari inai tunggal dan pinggan 12  sudah dilakukan bersamaan.

2.  Tari Inai Pinggan 12 yaitu penari inai menari di atas pinggan yang bersusun dari 1 sampai 12 menjulang ke atas dan di tangannya memegang inai di dalam piring dan ditambah dengan bunga atau lilin. Tarian inai ini dilakukan lebih dari satu orang.
Tari Inai merupakan bentuk seni pertunjukan yang mana gerakannya seperti gerakan silat yang berfungsi untuk menghibur raja sehari atau pengantin yang duduk di pelaminan dan mengibur masyarakat sekitar yang datang menyaksikan serta memperoleh keberkahan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.


Gerakan tari inai diawali dengan bersalaman dengan pengantin sebagai tanda penghormatan raja sehari atau pengantin untuk menandakan bahwa tari inai akan dimulai. Kemudian tiga langkah ke belakang dengan posisi jongkok yang artinya memohon izin kepada raja sehari atau pengantin untuk memulai tari inai. Setelah tiga langkah ke belakang penari dalam posisi jongkok berputar penuh ke arah kanan dan kiri, artinya memberi penghormatan dan memohon izin kepada masyarakat yang menyaksikan karena adab tarian ini tidak bisa membelakangi orang yang menyaksikan, karena orang yang meyaksikan tersebut ada orang tua-tua, karena itu diberikan gerakan seperti gerakan persembahan dengan arah berputar. Kemudian Penari maju tiga langkah ke samping kanan dalam keadaan jongkok sambil memainkan tangannya, kemudian tiga langkah ke samping kiri dan maju ke depan untuk mengambil inai. Kemudian penari kembali ke belakang untuk siap –siap mendaki pinggan yang sudah tersusun. 


Setelah itu penari mendaki pinggan yang tersusun sambil menari dengan menggunakan inai di atas pinggan menghadap raja sehari atau pengantin, kemudian turun dari pinggan dan meletakkan inai di tempat semula sambil menari dan melangkah tiga langkah ke belakang untuk menutup tarian inai dalam keadaan salam sembah sepuluh jari dan memutar badan ke arah kiri dan memutar balik ke arah kanan. Maknanya, ketika mendaki pinggan 12 apabila 12 pinggan yang dinaiki tidak runtuh, maka hubungan rumah tangga sang raja sehari akan baik-baik saja. 12 pinggan artinya 12 bulan. Penutup tiga langkah ke belakang bermaksud memberi hormat dan izin kepada raja sehari bahwa tari inai pinggan 12 selesai ditarikan. Lalu gerakan memutar badan bermaksud meminta izin dan mohon maaf kepada raja sehari dan masyarakat yang menonton jika dalam melakukan tarian ada tarian yang tidak sengaja membelakangi para orang tua.


Pada dasarnya gerakan tari inai tunggal dan pinggan 12 sama saja, yang membedakan hanya pada tari inai tunggal tidak menggunakan atau mendaki pinggan yang tersusun sebanyak 12 pinggan. Peralatan yang disediakan terlebih dahulu untuk mendukung proses berjalannya sebuah pertunjukan yaitu alat musik pengiring tarinya seperti biola, gendang, tetawak (gong).  Irama yang mengiringi tari inai ini adalah irama patam, mambang dan pelanduk.

1.     Patam artinya melambangkan ketegasan karena irama patam pergerakannya keras seperti pergerakan silat.

2.      Mambang, dalam bahasa Melayu adalah jin atau makhluk halus, pergerakan penari inai ini seperti orang yang tak sadarkan diri.

3.      Planduk arti dari bahasa Melayunya adalah kancil, dan irama musik yang dimainkan santai atau lemah lembut, begitu juga penarinya.

Urutan penampilan Tari Inai Pinggan Dua Belas:

Pertama, dalam keadaan jongkok penari mundur tiga langkah kebelakang sambil mengangkat tangan salam sepuluh jari, kemudian dengan posisi badan yang sama dengan mengangkat tangan salam sepuluh jari penari memutar badan kekiri  360 derajat dan memutar kembali kearah kiri.

Kedua, penari maju tiga langkah samping kanan dalam keadaan jongkok sambil menggerakan badan dan tangannya sesuai musik yang di mainkan, kemudian tiga langkah kesamping kiri dan maju kedepan untuk mengambil inai.

Ketiga,  Sebelum mengambil dan Memegang inai yang di atas paha, terlebih dahulu penari  mengangkat tangan separti salam jari sepuluh pernari memutar badan kearah kiri 360 derajat dan memutar kembali kearah kanan dalam pososisi jongkok. Kemudian penari kembali kebelakang untuk siap-siap mendaki pinggan yang sudah tersusun.

Keempat, penari mendaki pinggan yang tersusun sambil menari dengan menggunakan Inai diatas pinggan menghadap keraja sehari/pengantin, kemudian turun dari pinggan dan meletakan inai ditempat semula sambil menari dan melangkah tiga langkah kebelakang untuk menutup tarian inai dalam keadaan salam sembah sepuluh jari dan memutar badan 360 derajat kearah kiri dan memutar balik kearah kanan.

Dalam penampilan pertunjukan tari Inai ini, penari memakai busana melayu yaitu:

1.     Mengunakan baju teluk belanga atau cekak musang dan seluar/celana yang agak longgar untuk memudahkan gerakkan tari inai.

2.     Di bagian kepala penari memakai destar atau hiasan kepala seperti songkok, tanjak dan hiasan kepala lainnya untuk mengahalang peluh atau keringat yang menitis dan juga untuk mengikat bilamana rambut yang panjang.

3.     Kemudian memakai hiasan sampin untuk mengetahui identitas penari. 

Tari inai pinggan 12 masih dilestarikan di Kecamatan Pasir Limau Kapas, sedangkan di kecamatan sekitarnya hanya tari inai tunggal saja. Pada zaman dahulu Datuk atau orang tetua yang mempunyai  ilmu kebatinan, bisa menari di atas pinggan, bagaimanapun berat badan mereka pinggan tersebut tidak akan pecah. Hal tersebut sudah ada pada zaman dahulu dan menjadi tradisi, akan tetapi Datuk atau orang tetua tidak menurunkan ilmu kebatinan yang mereka punya. Untuk mengingat tradisi supaya tidak hilang seiring berkembangnya zaman, maka salah satu keturunan Datuk atau orang tetua zaman dahulu pada masa sekarang mengembangkan tari berdasarkan sejarah yang telah ada.

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Poang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001111. 

 

(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=1847)


Tari Zapin Pecah Dua Belas

$
0
0
Zapin atau Zafin adalah sejenis tarian yang pada dasarnya merupakan bentuk permainan yang menggunakan kaki yang semula hanya dimainkan oleh kelompok laki-laki saja, sekarang bisa ditarikan berpasangan. Dalam bahasa Arabnya Tari Zapin disebut dengan ?Al Raqh Wal Zafn? , yang berarti menari dengan menggunakan kaki. Masuknya Zapin di Asia Tenggara bermula dengan kedatangan pedagang-pedagang rempah yang juga sebagai pengembang Agama Islam. Tari Zapin Pecah Dua Belas telah ada sejak berdirinya kerajaan Pelalawan tahun 1811-1945 yang merupakan tari tradisi Kabupaten Pelalawan tepatnya di desa Pelalawan yang dibawa oleh pedagang atau pengembang ajaran Islam dari Johor.  

Dinamakan Tari Zapin Pecah Dua Belas dikarenakan ragam pertama dipecah menjadi ragam kedua atau berhubungan dengan ragam kedua. Ragam kedua dipecah menjadi ragam ketiga atau berhubungan dengan ragam ketiga, begitu seterusnya sampai dengan ragam ke dua belas yang ditutup dengan Tahtum atau Sembah. Tari Zapin Pecah Dua Belas biasanya ditampilkan pada acara keistanaan, acara peringatan agama Islam serta acara pernikahan yang diiringi gambus dan marwas.

 

Tari Zapin Pecah Dua Belas ditarikan dalam bentuk gerak yang pada umumnya banyak menggunakan gerakan kaki, sedangkan gerakan tangan kurang ditonjolkan. Posisi tangan kiri membentuk siku-siku dan dirapatkan di sisi dada sebelah kiri serta jari tangan digenggam sejajar dengan dada. Posisi tangan kanan bergerak sesuai dengan gerak kaki yang dilangkahkan. Tari ini ditarikan berpasangan dan maksimal 3 ( tiga ) pasang penari yang hanya menggunakan pola lantai sederhana dan tidak menggunakan properti. Pada ragamnya banyak menggunakan gerakan kaki sehingga gerakan tangan akan mengikuti badan karena tumpuannya hanya pada kaki. 

 

Instrumen musik yang digunakan adalah Gambus dan Marwas. Gambus yang dimainkan hanya satu buah, gambus mulai dimainkan dari awal pertunjukkan tari Zapin Pecah Dua Belas hingga akhir pertunjukkan tari tersebut. Gambus terbuat dari batang cempedak, bagian bawah diberi rongga dan ditutup dengan kulit kambing dan memiliki senar. Sedangkan Marwas yang dimainkan dalam mengiringi tari Zapin terdiri dari empat buah marwas, yang dimainkan oleh empat orang pemain. Marwas terbuat dari batang nangka atau batang kelapa serta dilengkapi dengan kulit kambing sebagai penutup kedua sisi yang berfungsi untuk dipukul. 


Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Zapin Pecah Dua Belas menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001118.

 

(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6991)

Tradisi Ma’awuo Danau Bokuok

$
0
0

Maawuo ikan di Danau Bokuok merupakan suatu tradisi yang sudah ada semenjak ratusan tahun yang lalu. Danau Bokuok yang menjadi tempat atau lokasi maawuo merupakan warisan dari leluhur masyarakat Danau. Maawuo Cerminan masyarakat danau yang memiliki sifat gotong-royong yang tinggi. Maawuo Danau Bokuok merupakan tradisi menangkap ikan bersama-sama menggunakan jala. Tradisi yang telah ada turun temurun ini dulu hanya dilaksanakan sekali setahun menjelang bulan puasa. Adapun tujuannya agar ikan yang telah ditangkap dapat dijadikan sebagai bahan makanan.

 

Untuk saat ini Tradisi Maawuo telah menjadi event wisata rutin, jadwal kegiatannya sudah ditetapkan berdasarkan keputusan bersama dalam rapat yang digelar oleh seluruh ninik mamak Kenegerian Tambang. Pesta rakyat Maawuo Danau Bokuok ini dipastikan berjalan meriah dan mendapatkan dukungan dari berbagi pihak baik pemerintah dan seluruh tokoh masyarakat Tambang. 

 

Danau Bokuok yang dijadikan tempat maawuo oleh masyarakat danau merupakan warisan dari leluhur. Masyarakat Danau memiliki komitmen akan selalu menjaga dan melestarikan Danau Dokuok , dulunya  kegiatan maawuo dilaksanakan menjelang masuk bulan suci Ramadan dan hasil maawuo dijadikan oleh masyarakat sebagai persiapan menghadapi bulan Suci Ramadan dan juga hasil maawuo juga dijadikan untuk membayar pajak pada zaman Belanda.

 

Tradisi Maawuo juga memiliki nilai budaya yang sangat tinggi terutama budaya gotong royong. Sebelum kegiatan maawuo dilaksanakan, masyarakat akan bergotong royong untuk mendirikan pondok-pondok di sepanjang Danau Bokuok. Masyarakat juga akan saling membantu untuk menarik perahu yang dijadikan sebagai alat transportasi menangkap ikan tersebut. Selama berada dipondokpun, masyarakat akan saling membantu dan memberi bantuan satu-sama lainnya.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tradisi Ma’awuo Danau Bokuok menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 202001119

 

Tradisi Lisan Nolam

$
0
0

NOLAM  adalah sastra lisan yang disampaikan oleh seorang penutur. Biasa digunakan saat pengisi hiburan malam persiapan pesta perkawinan, mauludan, yang diselenggarakan oleh perorangan  warga atau persatuan amal di desa.  Sekarang lebih banyak digunakan sebagai musik latar pertunjukan garapan musik atau musik latar penampilan tari.

 

Isi syairnya tergantung judul. ”Nolam Kanak Kanak  dalam Surugo“ ( Surga) berkisah tentang cucu Nabi Saidina Husin. Judul yang lain seperti “Nolam Siti Sabariyah” berkisah tentang perjuangan seorang suka duka wanita menjalani kehidupan mulai ketika gadis hingga berumahtangga.

 

Nolam atau Manolam adalah budaya tradisi sastra lisan yang dilakukan masyarakat Kampar. Tradisi ini berbentuk syair-syair yang dinyanyikan tanpa menggunakan alat musik. Irama menyanyikannya sangat khas, layaknya membaca syair yang dilakukan menggunakan bahasa daerah Kampar.

 

Tradisi Manolam ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu kaum wanita di sebuah kampung kecil bernama Padang Danau, Dusun Pulau Sialang, Desa Rumbio, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Cara menyanyikannya bisa dalam bentuk kelompok maupun tunggal.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Nolammenjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001114.


(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2046)

 

Gawai Gedang Talang Mamak Indragiri Hulu

$
0
0

Di daerah aliran batang Indragiri bermukim Orang Talang Mamak yang masih memegang teguh tradisi nenek moyangnya. Kelompok masyarakat ini tergolong Melayu Tua (Proto Melayu) yang merupakan orang asli Indragiri Hulu. Mereka adalah suku yang pertama sekali datang ke wilayah Indragiri.
 

Dalam kehidupan sosial masyarakat, mereka sangat tunduk kepada pucuk suku atau Batin. Begitu juga dalam hal adat istiadat perkawinan. Batin menjadi saksi penting bagi masyarakat yang hendak menikah. Dan perayaan nikah kawin tersebut dirangkai dalam suatu upacara besar yang dikenal dengan Gawai Gedang atau helat yang besar. Gawai sendiri memiliki pengertian sebagai pesta perkawinan dalam bentuk gotong-royong (kebersamaan) dalam mewujudkannya. Masyarakat Talang Mamak melakukan begawai untuk maksud merayakan ikatan pernikahan warga kelompoknya.

 

Rangkaian pesta perkawinan atau Begawai dilaksanakan minimal 2-4 bulan atau maksimal 6-7 bulan. Biasanya dilaksanakan setelah panen padi berlangsung yang ditandai dengan memasak dan mendirikan bangunan panjang untuk tamu. Pekerjaan ini dilaksanakan secara bergotong-royong diikuti makan sirih bersama-sama disaksikan oleh batin atau penghulu. Pernikahan orang Talang Mamak menurut adat dan tradisinya selalu menampilkan atraksi dan prosesi berarak melingkar di mana kedua pasang mempelainya diangkat di pundak dan diikuti oleh para batin dan mangku-manti (orang khusus/pengawal) batin khususnya, dan diiringi  kaum perempuan. Prosesi ini diringi musik Gendang, Tetawak dan Calempong. Di tengah-tengah lingkaran ini ada pula dua orang yang bersilat. Selesai berarak, batin dan pemangku adat berjalan menuju tangga naik rumah dan diikuti oleh para pengantin dan masyarakat. Di dalam rumah telah terhidang makanan. Maka barisan mempelai berpisah, mempelai laki-laki berada di depan dan pengantin perempuan duduk di belakang pengantin laki laki. Selain pengantin, orang yang khitanan juga ikut bersama-sama duduk dan makan.



Proses begawai secara umum terbagi dalam tahapan sebagai berikut:
1. Laki-laki menyediakan pengasih atau air tapai yang disimpan dalam tanah selama 3 bulan. Batang resam untuk pipa pengisap air dan selempang untuk bersanding dan maharnya sebuah peci, 2 buah kelapa, segantang beras atau sesuai kemampuan.

2. Kedua calon pengantin dihadapkan pada batin dan wakilnya monti keluarga tertua dari pengantin perempuan menyerahkan 3 bilah tombak didahului jabat tangan oleh batin (penghulu) dengan pedang terhunus melambai-lambai kearah kasau jantan serta memberikan pengumuman tentang sahnya perkawinan.

3. Akad nikah dilangsungkan di bawah pohon bergetah dan setelah calon suami atau istri dinasehati dan berjanji dengan saksi para tokoh-tokoh adat, dan orang-orang ramai maka batinpun menoreh pohon getah sampai keluar getahnya sambil membaca ikrar tanda sahnya perkawinan itu. Setelah membaca ikrar tanda sahnya perkawinan, maka salah satu tiang rumah digantung pau-pau yang terdiri dari sebilah keris yang dibungkus dengan kain putih.

4. Pegawai nikah membuka upacara

5. Upacara penutup, diberikan arahan agar jangan sampai kasau jantan (perceraian) yaitu dapat diteroka dalam kata bersayap yang disebut managul manajal arahan (nasehat) penghulu kepada pihak suami.

Dengan selesainya nasehat dari penghulu, resmilah pasangan itu menjadi suami istri. Perayaan begawai dilanjutkan dengan acara sabung ayam, pertunjukan kesenian dan lainnya. Sabung ayam ini biasanya terus berlanjut di hari-hari berikutnya hingga mencapai 80 pasang atau 160 ekor sabungan.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Gawai Gedang Talang Mamak Indragiri Hulu menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001116.

 

(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2043)

 

Kompleks Makam Datuk Pawang Lion

$
0
0

Menurut   penuturan   keturunan   dari  Datuk  Pawang   Lion ,  Datuk Pawang   Lion  ini   berasal   dari   Minangkabau   tepatnya   di   daerah Pagaruyung  (Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat).

 
Sebelum tinggal di Pelintung Datuk Pawang Lion ini tinggal di Api- Api, Bukit Batu.  


Datuk Pawang Lion merupakan seorang tokoh agama islam dan pendiri kampong Pelintung yang hidup sekitar tahun awal 1900-an. Pawang Lion ini mulai tinggal di Pelintung di perkirakan sekitar awal tahun 1900-an. 


 
 

Datuk Pawang Lion  merupakan tokoh peneroka (pemuka) Kampung Pelintung yang sekarang menjadi Kelurahan Pelintung. Sebelum Datuk Pawang Lion menjadi peneroka kampung, telah banyak mencoba menjadi peneroka kampung. Namun semuanya berahir gagal untuk membentuk kampung karena keganasan perampok dan angkernya hutan wilayah ini. Akan tetapi Datuk Pawang Lion  memiliki kesaktian berupa harimau asuh yang didampingi para pengikutnya. Karena memiliki kesaktian, Datuk Pawang Lion berhasil membuka daerah ini menjadi kampung  yang dinamakan kampung Pelintung.

Makam  Datuk  Pawang (panglima) Lion berada dalam komplek pemakaman umum masyarakat  kelurahan  pelintung tepatnya dilereng perbukitan dengan posisi tepat ditengah-tengah  komplek pemakaman umum tersebut. 


Makam Pawang Lion sudah di beri cungkup dengan ukuran panjang 4,3 meter,  lebar 3 meter dan tinggi sekitar 2,3 meter. Didalam cungkup ini terdapat 3 buah makam, yaitu  
1.  Makam Datuk Pawang (Panglima) Lion
2.  Makam Hajjah Nayab Binti Komeh (istri Datuk Pawang Lion)
3.  H. Sidik Bin Lion (anak Datuk Pawang Lion)
 
Ketiga makam ini memiliki orientasi arah utara-selatan. Makam pertama (makam paling Barat didalam cungkup) merupakan Makam Hajjah Nayab Binti Komeh  yang merupakan istri Datuk Pawang Lion yang meninggal tahun 1973 yang tertera pada nisan. 

Bayu Nisan Hj. Nayap Bin Komeh

Makam kedua (makam yang berada ditengah) merupakan makam Datuk Pawang Lion dengan  ukuran panjang 2 meter, dengan lebar 1 meter, dan tinggi 0,22 meter.  

Nisan Datuk Pawang Lion

Makam ketiga (makam yang berada  di timur cungkup) merupakan makam anak Datuk Pawang Lion, yang bernama  H. Sidik Bin Lion .

Nisan H Sidik Bin Lion


Komplek Makam Datuk Pawang Lion ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Dumai oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya : 01/BCB-TB/B/02/2007.


Sumber :
Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Dumai oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat.

Kotik Adat Kampar

$
0
0

Bagi orang Ocu di Pulau Godang, Kecamatan XIII Koto Kampar, upacara Kotik Adat merupakan suatu upacara yang penting dan sakral, karena terkait dua aspek yaitu adat dan agama. Melaksanakan Kotik Adat berarti melestarikan adat dan sekaligus mempertebal iman keagamaan. Karena merupakan suatu upacara yang penting, maka pelaksanaanya harus dilakukan dengan persiapan yang matang serta melibatkan orang-orang penting di dalam suku dan nogori. Dalam suatu upacara penobatan Kotik Adat ini, hanya satu calon kotik yang boleh dinobatkan. Jika terdapat dua atau lebih calon Kotik Adat, maka upacara penobatan dilakukan pada waktu atau tempat yang berbeda. Menurut Kotik Bosou (Tokoh Kotik Adat), pada zaman dahulu upacara penobatan Kotik Adat dilaksanakan sebagai upacara tersendiri dan biasanya dilaksanakan pada hari pertama di bulan Syawal setelah sholat dzuhur. 

 

Dalam perkembangannya saat ini, upacara Kotik Adat selalu disejalankan dengan acara halal bihalal dusun atau nogori. Proses persiapan pelaksanaan upacara penobatan Kotik Adat telah dilaksanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Persiapan tersebut meliputi pemilihan calon Kotik Adat, maimbau soko, melatih calon Kotik Adat, persiapan keluarga calon kotik hingga mempersiapkan mesjid / musholla sebagai tempat pelaksanaan upacara penobatan. Pemilihan bakal calon Kotik Adat biasanya telah dimulai satu atau dua bulan sebelum pelaksanaan upacara penobatan. Hal ini sengaja dilakukan karena calon kotik membutuhkan waktu untuk mempelajari irama membaca teks khutbah adat. Maimbau soko, adalah suatu tahapan persiapan dimana orang tua, ninik mamak dan anggota keluarga matrilineal calon kotik berkumpul di rumah soko atau di rumah calon kotik untuk memberitahukan kepada warga persukuan bahwa anak laki-laki mereka akan mengikuti penobatan Kotik Adat. Setelah ninik mamak nogori menyetujui upacara penobatan Kotik Adat tersebut, selanjutnya ninik mamak suku atau seseorang yang dituakan dalam kaum si calon Kotik Adat mencari seorang guru yang akan mengajarkan si calon kotik irama membaca teks khutbah adat. Memilih guru Kotik Adat dilakukan dengan teliti, karena kualitas guru menentukan kualitas si calon kotik. Orang yang ditunjuk menjadi guru membaca khutbah adat adalah seorang Kotik Adat yang diakui keindahan suaranya dan kemampuannya dalam menguasai irama pembacaan khutbah adat yang sedikit berbeda dengan membaca Al-Quran. 

 

Pada proses pelaksanaannya, setelah selesai makan bersama, calon kotik diarak bersama-sama menuju tempat upacara penobatan kotik adat. Calon Kotik Adat diarak memakai payung bubu, yaitu payung berukuran besar dengan hiasan warna-warni dan tirai. Warna payung disesuaikan dengan warna tonggue (bendera) suku. Payung putih untuk suku petopang, merah untuk suku melayu, hitam untuk suku domo dan warna kuning untuk suku piliang. Dalam arak-arakan tersebut ikut sertaorang tua calon Kotik Adat, ninik mamak suku, guru seni membaca khutbah, anggota keluarga luas dari keturunan Ibu dan Ayah, tetangga, panitia acara halal bihalal serta dimeriahkan oleh kelopok rebana laki-laki. Jalur yang dilalui arak-arakan biasanya diatur agar masyarakat dusun dan nogori mengetahui calon Kotik Adat yang akan dinobatkan. Tiba di tempat upacara, calon Kotik Adat beserta  pengiringnya disambut dengan penampilan pencak silat. Setelah semua pita digunting, calon Kotik Adat, pemangku adat, perangkat desa serta semua peserta memasuki mesjid atau surau tempat pelaksanaan upacara penobatan Kotik Adat. Di dalam mesjid, Kotik Adat duduk di depan mimbar mesjid didampingi oleh gurunya. Sebelah kanan hingga kebelakang mimbar biasanya ditempati oleh Kepala Desa dan kepala lembaga tingi desa. Di sebelah kanan mimbar bagian belakang ditempati oleh penghulu dan perangkat adat dari suku si calon Kotik Adat. Bagian depan sebelah kiri mesjid ditempati oleh ninik mamak suku lain dalam nogori. Bagian tengah depanruangan mesjid hingga batas syaf laki-laki merupakan posisi duduk kaum laki-laki (orang tua di depan, remaja dan anak-anak di belakang). Bagian tengah di belakang batas syaf laki-laki merupakan posisi duduk kaum perempuan (orang tua di depan remaja dan anak-anak di belakang). Setelah semua duduk di dalam mesjid, prosesi upacara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran oleh salah seorang qori/qoriah yang telah ditunjuk. Selanjutnya penyampaian kata sambutan sekaligus nasehat kepada calon Kotik Adat yang akan dinobatkan, dari tokoh agama, ninik mamak suku si calon kotik dan Kepala Desa. Setelah kata sambutan, seseorang yang bertindak sebagai belal, biasanya adalah guru calon kotik yang akan berkhutbah, mengumandangkan himbauan (dalam bahasa Arab) mengajak hadirin untuk dengan khidmat mendengarkan khutbah adat. Selanjutnya calon Kotik Adat langsung naik mimbar dan membacakan khutbah adat dengan irama yang telah ia pelajari. Pembacaan khutbah adat berlangsung selama 40 s.d.90 menit, tergantung seni atau irama yang dibawakan. Setelah pembacaan doa selesai, ninik mamak dari calon Kotik Adat beserta sijora sukunya berunding sebentar untuk menentukan gelar Kotik Adat yang akan diberikan. Perundingan ini diperlukan karena masyarakat Nogori Pulau Godang mengenal dua jenis gelar Kotik Adat. 

1, Gelar kotik kebesaran suku, yaitu gelar kotik yang dimiliki oleh suatu suku dan tidak boleh dipakai oleh suku lain. Gelar Kotik Adat kebesaran suku diwariskan menurut aturan botuong tumbuo di mato artinya diwariskan turun-temurun kepada laki-laki yang termasuk dalam garis keturunan matrilineal dari kaum pemilik gelar kotik tersebut. Gelar Kotik Adat kebesaran suku Domo adalah Majo Kotik dan Kotik Naro. Gelar Kotik Adat kebesaran suku Petopang adalah Kotik Malin dan Intan Kotik. Gelar Kotik Adat kebesaran suku Piliang adalah kotik Sutan dan Kotik Mudo. Gelar kebesaran Kotik Adat suku Melayu adalah Kotik Salio. 

2. Gelar Kotik Adat kebanyakan, yaitu gelar Kotik Adat yang boleh dipakai oleh siapa saja yang telah dinobatkan dalam upacara Kotik Adat. Pemberian gelar kotik adat mengacu pada aturan : 

  a. Gelar Kotik Adat yang diberikan merupakan gelar kebesaran suku si calon kotik sendiri, bukan gelar kotik adat milik suku lain. 

b. Gelar yang diberikan tidak sedang dipakai oleh kotik yang lain 

c. Usang-usang diperbaharui, yaitu gelar Kotik Adat yang dipakai oleh seseorang namun masyarakat tidak mengakui gelar tersebut karena akhlak dan perbuatan yang kurang baik, atau tidak menjalankan tugasnya sebagai Kotik Adat, gelar tersebut boleh dilekatkan kepada kotik adat yang baru. Penobatan ini sekaligus sebagai pencabutan gelar Kotik Adat yang lama yang dianggap telah usang.

d. Patah tumbuo hilang bagonti, yaitu gelar Kotik Adat yang telah meninggal dunia boleh dipakai oleh Kotik Adat yang baru. Setelah ninik mamak sepakat, gelar Kotik Adat langsung diumumkan oleh penghulu suku si Kotik Adat.  Setelah pengumuman tersebut maka resmilah si calon Kotik Adat menjadi Kotik Adat dan berhak menyandang gelar kotik yang diberikan. Malam hari berikutnya, dilakukan pembukaan jambau ponuo di rumah kotik adat yang baru dinobatkan. Selain sebagai rasa syukur atas kelancaran pembacaan khutbah dan penobatan gelar kotik, pembukaan jambau ponuo bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat nogori bahwa seorang pemuda dari keluarga mereka telah bergelar kotik. Saat ini upacara penobatan kotik adat telah mengalami beberapa perubahan seperti : waktu pelaksanaan upacara, penambahan prosesi pengguntingan pita serta adanya kotik hiburan. Perubahan yang terjadi tidak merubah fungsi upacara Kotik Adat bagi masyarakat Pulau Godang. 

 

 Upacara Kotik Adat tersebut paling tidak berfungsi sebagai :

1. Lambang kemakmuran Nogori dan sebagai upacara tolak bala. 

2. Menjaga kelangsungan struktur sosial dan budaya 

3. Memantapkan identitas dan rasa kolektifitas masyarakat Pulau Godang

4. Gerbang menuju pertaubatan dan penyucian diri

5. Sebagai hiburan.

 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Kotik Adat Kamparmenjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800641.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 133)

Makam J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi (Panglima Besar Selat Panjang)

$
0
0
Tahun 1880, Negeri Makmur Kencana Bandar  Tebing Tinggi
dibawah kekuasaan JM Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi yang bergelar Temenggung Marhum Buntut. Ia bertanggungjawab langsung pada Sultan Siak. Saat inilah terjadi perselisihan dengan penguasa Belanda yang bernama Controleur Van Huis. Belanda mengubah nama Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi menjadi Selatpanjang.

Aksi ini ditolak oleh Tengkoe Soleong. Keduabelah pihak berdamai dan sepakatmengubah nama Negeri Makmur Kencana Tebingtinggi menjadi Negeri Makmur Bandar Tebingtinggi Selatpanjang tanggal 4 September 1899. Tengkoe Soelong sendiri wafat tahun 1908 dan makamnya ada di Jalan Teuku Umar,
Selatpanjang. 

Makam J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi  (Tengkoe Tumenggung Marhum Buntat) yang terletak di jl. Tengku umar ini mempunyai luas bangunan 4 x 3 m dan luas lahan 17,4 x 15,3 m. Mempunyai cungkup berwarna kuning. Pada  Makam J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi  (Tengkoe Tumenggung Marhum Buntat)  dilapisi dengan keramik berwarna putih serta pada nisan berwarna kuning dan terdapat kain berwarna kuning.

 


 



Makam ini  ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 04/BCB-TB/B/12/2010


Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU


Tunjuk Ajar Melayu

$
0
0
Tunjuk Ajar Melayu  identik dengan nama almarhum Tenas Effendy, budayawan ternama asal Riau. Tunjuk Ajar Melayu ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia tahun 2017. Tunjuk Ajar Melayu sarat dengan petuah hidup yang jadi panduan hidup Orang Melayu.

 

Tenas Effendy (9 November 1936 – 28 Februari 2015) merupakan seorang yang sangat ahli dan akrab dalam seni bahasa dan tradisi Melayu. Ia tunak mengumpulkan tafsir-tafsir empirik dan kitab-kitab otoritatif yang berserakan dengan kondisi kenyataan yang terus berubah. Ia mampu mengambil intisari dari tafsir-tafsir tersebut lalu kemudian dipadukan dengan kelaziman sastrawi. Ia seperti sosok pengembara peradaban yang mampu terus bercerita dalam merawat tradisi dan kebudayaan melayu melalu seni baca tulis.

 

Tunjuk Ajar Melayu berisi pernyataan yang bersifat khas, mengandung nilai nasihat dan petuah, amanah, petunjuk dan pengajar serta contoh teladan yang baik. Dapat mengarahkan manusia pada kehidupan yang benar dan baik serta dalam keridhaan Allah untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.

 

Tenas Effendy merumuskan dan mengemukakan :
yang disebut tunjuk ajar dari yang tua,
petunjuknya mengandung tuah
pengajarannya berisi marwah
petuah berisi berkah
amanahnya berisi hikmah
nasehatnya berisi manfaat
pesannya berisi iman
kajinya mengandung budi
contohnya pada yang senonoh
teladannya di jalan Tuhan
(hal. 10-11)

Tunjuk Ajar Melayu yang disusun oleh Tennas Effendy tersebut secara garis besar berisi 25 pemikiran utama yang disebut juga sebagai Pakaian Dua Puluh Lima. Dari ke 25 butir pemikiran utama tersebut, di setiap butirnya mengandung nilai konseling spiritual yang dapat digunakan untuk membimbing kondisi spiritual seseorang. Diantara sifat yang 25 itu adalah sifat tahu asal mula jadi, tahu berpegang pada Yang Satu, sifat tahu membalas budi, sifat hidup bertenggangan, mati berpegangan, sifat tahu kan bodoh diri, sifat tahu diri, sifat hidup memegang amanah, sifat benang arang, sifat tahan menentang matahari dan sebagainya.

 

Upaya penyebaran dan pewarisan tunjuk ajar Melayu yang dilakukan secara tradisional meliputi dua cara yakni melalui lisan-verbal dan suri-teladan. Melalui suri tauladan misalnya dengan langsung menunjukkan perbuatan, tindakan serta prilaku dalam kehidupan sehari-hari yang mengacu pada nilai-nilai tunjuk ajar tersebut, sementara melalui pewarisan dilakukan dengan peristiwa lisan yang dilakukan sehari-hari, misalnya nasihat para oran tua kepada anaknyanya, dongeng seorang ibu kepada anaknya menjelang tidur, dendang syair dan cerita-cerita dongeng yang langsung keluar dari si tukang cerita. Bisa juga melalui upacara adat yang ada dalam tradisi kehidupan melayu.

 

Tunjuk Ajar Melayu secara metafor memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan masyarakat Melayu diantaranya adalah :
Sebagai pegangan
Sebagai azimat,
Sebagai pakaian
Sebagai rumah
Sebagai tulang
Sebagai jagaan
Sebagai amalan dan
Sebagai timang-timangan bagi diri.

Sementara bagi mereka yang melanggar nilai-nilai tunjuk ajar tersebut, dikatakan akan:
tidak jadi orang,
tidak selamat,
tidak terpuji
tidak bertuah
tidak terpandang
tidak sentosa
tidak terpilih
tidak diberkahi
tidak disayangi

Butir-butir yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu seringkali disandarkan pada pernyataan ‘kata orang tua-tua dulu’. Wawasan pengalaman yang didapati oleh orang-orang terdahulu melalui dua sumber yakni bacaan terhadap alam (melalui interaksi ekologis), serta bacaan terhadap kitab-kitab otoritatif.

 

Setelah Islam masuk ke dalam tradisi dan budaya melayu, tafsir-tafsir tersebut semakin kekal karena semakin membuat kebudayaan Melayu lebih bersinar. Al-Quran, Hadits, kitab-kitab para ulama dan aulia mengekalkan lagi isi setiap tafsir dari butir tunjuk ajar yang ada. Pada kondisi ini tak heran jika Tunjuk Ajar Melayu memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dijadikan sebagai rujukan dan patokan utama untuk kesadaran, moralitas, serta pembentukan jatidiri dalam kehidupan sosial masyarakat Melayu tradisional. 

 

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tunjuk Ajar Melayu menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700473.

 

Tradisi Togak Tonggol Pelalawan

$
0
0
Togak tonggol merupakan tradisi menegakkan tonggol kebesaran pebatinan dan suku pada masyarakat adat Petalangan di Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau yaitu wilayah yang berada di bawah naungan Datuk Rajo Bilang Bungsu. Tonggol terbuat dari kain persegi empat yang pada bagian bawahnya berjumbai-jumbai. Tonggol dimiliki oleh perangkat adat yaitu batin, penghulu, dan ketiapan (pembantu batin, induk suku). Masing-masing memiliki tonggol dengan warna-warna khas yang membedakan satu dengan lainnya. Hampir semua warna boleh dijadikan warna dasar tonggol, kecuali warna kuning yang merupakan warna kebesaran Sultan.

Pada tonggol-tonggol tersebut dapat dihias dengan warna-warna lain, seperti yang ada pada foto di atas. Warna-warna yang dipakai dalam tonggol antara lain warna-warna yang memiliki makna adat, yaitu: 1) Hitam yang melambangkan adat, 2) Putih yang melambangkan alim ulama (agama), 3) Kuning yang melambangkan raja, 4) Hijau melambangkan rakyat.

Tonggol diwariskan secara turun temurun dan menjadi alat kebesaran bagi pebatinan dan pesukuan. Setiap tonggol disimpan di rumah suku (rumah soko) karena setiap tonggol adalah milik suku. Sebagai alat kebesaran adat, tonggol juga bermakna marwah. Oleh karena itu, tradisi Togak Tonggol tidak hanya bermakna menegakkan alat kebesaran, tetapi juga menegakkan marwah.

Tegaknya tonggol juga menjadi penanda bahwa anak-kemenakan yang berada dalam lindungan datuk adat berada dalam hubungan yang harmonis dan tidak ada ketegangan. Hal ini disebabkan setiap tonggol tidak berada di tangan datuk adat, batin atau ketiapan, melainkan berada di rumah suku (pihak perempuan). Apabila hubungan antara datuk adat dan anak-kemenakan tidak harmonis akan sulit untuk mengeluarkan tonggol dari rumah soko. Seorang batin atau ketiapan yang tidak dapat menegakkan tonggolnya bermakna ia sebagai pemimpin suku tidak dapat melindungi anak-kemenakan dan bagi orang Petalangan sangat memalukan. Tonggol utama yang harus ditegakkan yaitu tonggol Datuk Rajo Bilang Bungsu, pemimpin seluruh pebatinan di wilayah Langgam. Apabila tonggolnya tidak dapat ditegakkan karena satu atau lain hal, maka tradisi Togak Tonggol tidak dapat dilaksanakan.

Sebagai alat kebesaran dan marwah, tonggol tidak dapat ditegakkan setiap saat dan harus ditegakkan dengan memenuhi syarat-syarat adat. Oleh karena itu, tradisi Togak Tonggol erat terkait dengan tegaknya marwah, karena di sinilah datuk adat (batin dan ketiapan) sebagai ninik-mamak memperlihatkan dukungan dan kebersamaan anak-kemenakan yang dinaunginya.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan upacara Togak Tonggol dinyatakan dalam dari pepatah adat berikut ini “apobilo kebesaran itu nak naik, balai talintang, agung totangkuik, kambing tabebek, silat tari dimainkan”, artinya ada tiga syarat utama Togak Tonggol yaitu:

Menyediakan balai atau tempat acara gondang ogung; Menyediakan seekor kambing;
Pencak silat. Menurut kepercayaan setempat, apabila ketiga syarat tersebut tidak dipenuhi akan mengundang bencana. Namun, seiring perkembangan zaman, syarat tersebut dianggap berat sehingga tradisi ini pun mulai jarang dilaksanakan oleh masyarakat untuk keperluan pribadi.

Kini di wilayah naungan Datuk Rajo Bilang Bungsu, tradisi Togak Tonggol telah menjadi acara rutin tahunan yang didukung oleh pemerintah daerah. Waktu pelaksanannya menjelang bulan Ramadhan disejalankan dengan tradisi Balimau Potang Mogang. Pesertanya adalah pebatinan dan ketiapan yang berada di wilayahnya.

Tujuan tradisi Togak Tonggol menurut Datuk Rajo Bilang Bungsu adalah: 1) untuk menjalin silaturahmi antara batin dengan batin, ketiapan dengan ketiapan (pemuka adat Petalangan), beserta seluruh anak-kemenakan; 2) mempererat hubungan antara adat dengan pemerintah; 3) untuk memperlihatkan budaya dan adat di Kecamatan Langgam. Ketiga tujuan ini diterjemahkan di dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan Togak Tonggol.

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tradisi Togak Tonggol Pelalawan menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001113.

 

 

Sumber 

(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/tradisi-togak-tonggol-pelalawan/ oleh  Sita Rohana (Peneliti Madya BPNB Kepri)

Kantor Unit Layanan Perpustakaaan (Eks. Rumah Dinas Amir Enok)

$
0
0
Pada awalnya rumah ini merupakan rumah dinas bagi “Amir” di daerah Enok. Berdasarkan keterangan Raja Satria seorang tokoh masyarakat Enok, Amir yang memerintah pada masa itu bernama Thaib.

 



Kantor ini dibangun pada tahun 1936. Keberadaan Keamiran ini tidak terlepas dengan adanya tractaat Van Vrindchaap (perjanjian perdamaian dan persahabatan) tanggal 27 September 1938 antara Kerajaan Indragiri dengan Belanda, maka Kesultanan Indragiri menjadi Zelfbestuur. Berdasarkan ketentuan tersebut, di wilayah Indragiri Hilir ditempatkan seorang Controlleur yang membawahi 6 daerah keamiran, yaitu:
1.  Amir Tembilahan di Tembilahan.
2.  Amir Batang Tuaka di Sungai Luar.
3.  Amir Tempuling di Sungai Salak.
4.  Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah.
5.  Amir Enok di Enok.
6.  Amir Reteh di Kotabaru. 


Controlleur memegang wewenang semua jawatan, bahkan juga menjadi hakim di pengadilan wilayah ini sehingga Zelfbestuur Kerajaan Indragiri terus dipersempit sampai dengan masuknya Jepang tahun 1942.  Daerah ini pada masanya merupakan jalur pelayaran dan perdagangan yang sangat strategis.  Dari dahulu sampai dengan sekarang daerah ini adalah salah satu daerah penghasil kopra di daerah Kabupaten Indragiri Hilir. 


Setelah Indonesia Merdeka, kantor ini pernah difungsikan sebagai kantor Camat Enok dan sekitar tahun 2000-an digunakan oleh Unit Layanan Perpustakaan Kecamatan Enok. Secara struktur bangunan yang masih asli adalah atap (seng), sebagian jendela, dan bak penampungan air yang terdapat di sisi timur bangunan. Rehab terhadap dinding, lantai dan perubahan beberapa jendela dilakukan sekitar tahun 1981/1982.


Deskripsi Arkeologis :

Rumah Dinas Amir Enok ini  merupakan bangunan bertipe panggung yang  secara keseluruhan beratap seng  dan berbahan kayu. Sedangkan pada bagian pondasi bangunan menggunakan tonggak dari coran semen. Rumah berdenah segi empat dan berorientasi arah selatan (menghadap sungai Enok). Dahulunya sisi selatan ini terdapat pasar dan dermaga yang sekarang sudah tidak ada lagi akibat arus sungai Enok. Sedangkan pada bagian atap bangunan berbentuk limas segi empat. Pada sisi timur bangunan terdapat sebuah bak tertutup yang berfungsi sebagai tempat penampungan air yang masih asli. . Secara keseluruhan komponen bangunan yang  masih asli terdapat pada sebagian dinding dan jendela. Sedangkan perubahan-perubahan pada komponen bangunan antara lain sebahagian jendela dan pintu yang sudah diganti dengan jendela kaca/nako.


Aksesibilitas Cagar Budaya :

Untuk mencapai lokasi dari Tembilahan (Ibukota kabupaten) dapat ditempuh dengan kendaraan roda 2 dan speed boat. Dari Tembilahan dilakukan penyeberangan dengan menggunakan speed boat (15 menit), kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda 2 (ojek) yang menempuh jarak 29 km dengan waktu tempuh 1 jam (catatan: jalan yang ditempuh jalan desa yang belum dilakukan pengerasan).

 

Bangunan ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 04/BCB-TB/B/09/2013


Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

Kisah Gerilyawan Elang Pulai Pangean

$
0
0

Tersebutlah nama Elang Pulai,nama yang tidak begitu Asing bagi masyarakat Pangean dan nama Elang Pulai diabadikan menjadi sebuah Tugu. Sebelum TNI resmi dibentuk , Nusantara sudah memilki pasukan perang yang berjuang melawan penjajah Di Pangean, tersebutlah pasukan Elang Pulai.

Pada 5  Januari 1949 Pukul 10.00, pasukan payung kolonial Belanda mendarat di Rengat, ibukota Kabupaten Indragiri. Pertempuran pun tak terelakkan lagi. Pemerintah kabupaten dan rakyat dengan mengambil tempat di balai adat Koto Tinggi Pangean yang diprakarsai oleh Ja’far Thaher selaku wali militer bersama pemuka adat, alim ulama guru silat dan lainnya membentuk kesatuan gerilya Pangean dengan nama Elang pulai pada 25 Januari 1949. Menurut sejarah, seekor burung elang yang keramat, bersarang di pucuk kayu pulai yang tumbuh di ujung taye, yaitu tempat yang dikeramatkan karena tempat berpendamnya para guru silat pangean, tempat yang lazim diziarahi orang sampai sekarang. Setiap pasukan Elang pulai yang akan diberangkatkan ke medan perang, berziarah terlebih dahulu ke ujung Taye, berharap berhasil dan kembali dengan selamat.

Tanggal 5 Maret 1949 pasukan elang punai dipimpin oleh Harun Haban dan Intan Judin dengan 70 anggota diberangkatkan dari surau godang Teluk Pauh Pangean pukul 10.00, dilepas oleh pemuka masyarakat termasuk rang (Orang) padek-padek. Dalam pengepungan dan penyerbuan pasar Cirenti, pasukan elang pulai dibagi tiga regu, untuk regu satu jurusan timur, dipimpin oleh Harun Aban, regu dua dipimpin oleh musmil untuk jurusan dan regu tiga di selatan dipimpin oleh Intan Judin. Pukul 00.30 hari itu terjadi kontak senjata dengan dahsyat berlangsung sampai fajar terbit.

Pada 15 April 1949 Belanda datang dan masuk di Koto Rajo menuju penahan pasukan elang pulai di pematang pangean sepuluh hari, dan terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran ini, pasukan Belanda mundur ke Koto Rajo. 3 orang pasukan elang terjebak, Leman Ransu, Mail Birit, dan Dujang. Leman dan Mail ditembak mati sedangkan Dujang dipukuli hingga pingsan.

Tanggal 28 Mei 1949 sang merah putih tetap berkibar di dua tempat. Di kasana kayu batu dan pekan Selasa. Di Pembatang Balung berada staf wali militer Jaafar Thaher dan Wedana Amiruddin oleh tentara Belanda diadakan pengepungan terhadap kekuatan elang punai waktu itu adalah Musmil, Syamsudin dan Lasin Gomuk yang beranggotakan sebanyak 60 orang. Belanda meneruskan penyerangannya sampai ke Rawang Binjai.

Selama bulan Juni 1949 Belanda bertemu dengan dua orang pasukan elang punai yaitu A. Muin dan Umar Burhan di Rawang Binjai. Umar ditembak mati dan Muin berhasil meloloskan diri, kegiatan operasi tentara Belanda selain membakar dan merampas, telah berhasil menembak 2 orang lagi yaitu Samsu dan Musa di sungai pangean.

Setelah mendapat informasi bahwa pasukan elang punai berada di Pauh Angit, Amir Ranjau bersama militer bersenjata britis menuju kesana. Melalui pengepungan, mereka berhasil menagkap komandan elang pulai-Zainal Abidin berikut 6 orang anggota yaitu Lasin Gomik, M. Yusuf, Hadap, Bujang, Ali Negara dan Raja Ewa. Senjata mereka dilucuti dan mereka diangkut ke Baserah, menuju Taluk Kuantan, Air Molek dan Rengat sebagai tawanan perang. Tetapi mereka dikembalikan ke pasukan republik karena tidak dibenarkan melakukan penangkapan dan tindakan lainnya karena di negeri Belanda sedang melaksanakan konferensi meja bundar.

Akhirnya perjuangan ini disudahi dengan syukuran makan bersama dihibur dengan rarak bertalempong dan dikumandangkan lagu rimba raya sebagai lagu perjuangan rakyat pangean, yang diciptakan oleh Sulaiman Isma’il dengan nama panggilan Leman Kaomato, berirama lagu Pantai Padang.

Tiga orang tentara yang gugur dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Darma di Pekanbaru. Tanggal 29 Desember 1949 dibangun tiga tugu pahlawan elang pulai yang terletak di pematangan oleh rakyat pangean dengan pemerintahan RI sebagai bukti sejarah perjuangan rakyat kenegarian Pangean di Indragiri Hulu. Tugu pahlawan ini masih bediri.

Demikian sekelumit dari perjalanan perjuangan masyarakat Pangean melalui kesatuan gerilya elang punai dalam usaha ikut mempertahankan proklamasi 17 Agustus dari ancaman kolonial Belanda.

 

(Sumber : https://bahanamahasiswa.co/pasukan-gerilya-elang-pulai-pangean/)


Riau The Homeland Of Melayu

$
0
0

Dalam suatu daerah pasti memiliki identitas yang membuat orangorang mengingat dan jika mendengar ataupun melihat logo dari identitas tersebut, orangorang akan langsung tertuju pada daerah itu.


Riau memiliki identitas atau branding yaitu The Homeland of Melayu. Riau The Homeland Of Melayu merupakan slogan atau branding yang dapat diartikan yaitu Tanah Tumpah Darah Melayu.


Branding yang diusung oleh Pemerintah Provinsi Riau untuk mempromosikan potensi pariwisata unggulan (yang terbaik) yang selama ini menjadi daya tarik utama pariwisata Riau dengan harapan mampu meningkatkan tingkat kunjungan wisata mancanegara atau luar negeri dalam menggerakkan roda ekonomi masyarakat, meningkatkan citra daerah, dan daya saing daerah dikancah nasional maupun internasional.


Maksud dan
Maksud dan tujuan dari branding Riau The Homeland Of Melayu adalah sebagai kampanye yang mempromosikan pariwisata Riau dengan tujuan akhir meningkatkan daya saing pariwisata, meningkatkan kunjungan wisatawan, serta menguatkan perekonomian masyarakat Riau.


Logo Riau the Homeland of Melayu atau Riau Tumpah Darah Melayu berbentuk perahu lancing kuning yang melambangkan kejayaan atau kekuasaan Melayu seperti di citacitakan dalam Visi Riau 2020. Dalam Visi tersebut di sebutkan citacita besar Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan batin dikawasan Asia Tenggara.




Penggunaan Logo Riau Tanah Tumpah Darah Melayu  merupakan salah satu bentuk sarana pencitraan daerah yang mencirikan karakter budaya melayu sebagai asas promosi daerah yang berperan aktif dalam kegiatan Pemerintah Provinsi Riau terutama terkait dengan kepariwisataan, untuk penggunaan logo Riau Talah Tumpah Darah Melayu



Adapun
Filosofi Warna Logo ini, yaitu

  • Hijau warna kesuburan, pertumbuhan, pembaharuan dan persahabatan
  • Merahwarna melambangkan energi, kekuatan dan keberanian
  • Kuning warna melambangkan kegembiraan, loyalitas, dan kebijaksanaan
  • Biru warna melambangkan ketenangan, kelembutan,dan kedamaian.

 

Tagline dan Logo Riau The Homeland Of Melayu telah dipatenkan, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Riau, M Diah  menyerahkan hak paten tagline "Riau Tanah Tumpah Darah Melayu" (Riau The Homeland of Melayu) dan "Riau Menyapa Dunia" kepada Gubernur Riau (Gubri) H Arsyadjuliandi Rachman pada saat hari jadi Provinsi Riau ke-61.

Sertifikat merek untuk logo Riau Tanah Tumpah Darah melayu telah ditetapkan oleh Kementerian Hukum & HAM RI dengan nomor IDM000625104 dan logo itu telah diatur melalui peraturan Gubernur (Pergub) Riau nomor 44 tahun 2018, tanggal 8 Agustus 2018 tentang logo Riau Tanah Tumpah Darah Melayu dan Riau Menyapa Dunia.


Dalam Ajang Anugerah  Pesona Indonesia (API) tahun 2020 Riau The Homeland of Melayu menjadi Brand Wisata Terpopuler di Indonesia, Anugerah Pesona Indonesia merupakan rangkaian kegiatan tahunan yang  diselenggarakan dalam upaya membangkitkan apresiasi masyarakat terhadap  pariwisata Indonesia. Disamping itu penyelenggaraan API juga  bertujuan untuk mendorong peran serta berbagai pihak, baik Masyarakat,  pihak Industri/Swasta maupun Pemerintahan Daerah  dalam mempromosikan pariwisata serta  mengembangkan ekonomi kreatif secara langsung, nyata dan masif di  masing-masing daerah.



Sumber :

  • BRANDING RIAU THE HOMELAND OF MELAYU DALAM MEMPROMOSIKAN PARIWISATAPROVINSI RIAU Oleh: Berlianti Munir
  • Edisi Pertama Ebook Riau The Homeland Of Melayu 2017 
Viewing all 270 articles
Browse latest View live