Quantcast
Channel: RIAU DAILY PHOTO
Viewing all 270 articles
Browse latest View live

Makam Raja Terakhir Gunung Sahilan Yang Menyerahkan Kedaulatan ke Indonesia

$
0
0

Raja terakhir Kerajaan Gunung Sahilan Rantau Kampar Kiri, yakni Tengku Haji Abdullah Yang Dipertuan Sakti, wafat dan berkubur di Desa Lipatkain Selatan Kecamatan Kampar Kiri.

Dalam sejarah Kerajaan Gunung Sahilan, beliau inilah yang menyerahkan kedaulatan Kerajaan Gunung Sahilan kepada Pemerintah Republik Indonesia Ir. Soekarno dan bergabung kedalam Republik Indonesia. Pernyataan bergabungnya kerajaan Gunung Sahilan Kampar Kiri kepada Republik Indonesia dilakukan 3 hari sebelum Sultan Siak Sri Indapura Sultan Syarif Kasim II melakukan hal yang sama yakni bergabung ke Republik Indonesia.



Tengku Haji Abdullah juga dikenal sebagai Pejuang Kemerdekaan di Rantau Kampar Kiri , beliau turut berjuang melawan kembalinya penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia. beliau turut dalam perang gerilya melawan agresi militer Belanda I dan Belanda II, sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.



Setelah bergabung kedalam Republik Indonesia, Kerajaan Gunung Sahilan Rantau kampar kiri berstatus sebagai daerah Kewedanaan Kampar Kiri dan Sultan Tengku Haji Abdulllah YDP Sakti adalah Wedana Pertama Kampar kiri berkedudukan di Negeri Lipatkain yang kelak bernama Desa Lipatkain Selatan. Makam ini berada di Jalan Lintas Pekanbaru Teluk Kuantan tepatnya di KM 72 eks Mesjid Besar Al Mizan Kenegerian Lipat Kain yang sekarang menjadi Sekolah MI Miftahul Ulum Lipat Kain.


Untuk seperti apa Makam tersebut dapat menyaksikan Video berikut :



Serunya Gowes ke Air Terjun Lubuok Nginio

$
0
0

Air Terjun Lubuk Nginio salah satu wisata alam yang berada di Kabupaten Kampar tepatnya di Desa Merangin, Kecamatan Kuok. Akses menuju air terjun ini sudah cukup baik, Sebagian besar jalan menuju air terjun ini sudah beraspal dan juga tanah kuning yang cukup keras dan kita juga melewati areal kebun sawit dan karet milik warga.

Lubuk Nginio merupakan Lubuk kecil yang  tersuruk di tengah hutan yang menyimpan ketenangan dan kesederhanaan.  Lubuok atau Lubuk dalam bahasa kampar berarti lubuk atau ceruk terdalam dari sungai sedangkan Nginiu/nginio  mengandung arti dalam dan seram. Lubuk Nginiu berarti lubuk yang dalam dan  menakutkan.

Lubuk Nginio sering dikunjungi oleh Pesepeda, dan TrekLubuk Nginio merupakan Trek yang sempurna untuk Montain Bike,melewati jalan aspal, anak sungai , jembatan kecil,tanjakan dan juga mendorong sepeda, kepenatan terbayar dengan udara yang segar, hutan yang lebat serta suara gemercik air terjun lubuok nginio.

Lubuok/Lubuk ini tidaklah terlalu besar , menurut bapak yang berjualan makam dan minum disekitar Lubuk Nginio, ukuran dari Lubuk ini berkisar 20x15 meter. Bagian paling dalamnya hanya sekitar 4meter dan diatas Lubuk terdapat air terjun yang Tingginya sekitar 4 meter dengan lebar sekitar 10 meter.





Puncak Air Terjun merupakan tempat terbaik untuk berpoto ,
sisi kanan kiri lubuk dipenuhi bebatuan sungai yang cukup licin dan terjal.  Bagaimana keseruan bersepeda melewati Trek Lubuk Nginio silahkan menyaksikan video  berikut :  

Pertama di Indonesia, Program Studi Pulp dan Kertas ada di Riau

$
0
0

Pertama di Indonesia, Program Studi Pulp dan Kertas di Unri Diresmikan Menristekdikti (Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi).  Mohamad Nasir meresmikan pembangunan gedung program studi D3 (Vokasi) Teknologi Pulp dan Kertas jurusan Teknik Kimia di Kampus Universitas Riau. Prodi tersebut tercatat baru pertama akali didirikan di Indonesia. Program itu terwujud berkat kerjasama antara Tanoto Foundation, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan UNRI. Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Menristekdikti, disaksikan Presiden Direktur RAPP dan Rektor Universitas Riau Aras Mulyadi.

 Penasaran dengan Prodi tersebut, silahkan tonton video berikut : 

Kayat Sastra Lisan dari Kuantan Singingi

$
0
0
Kayat merupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang masih hidup di tengah masyarakat Rantau Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Masyarakat Rantau Kuantan mengenal di antaranya Jumat dan Juman, sebagai tukang-tukang kayat yang mumpuni di zamannya. Mereka dan kelompoknya sempat menjadikan kayat sebagai bagian dari tradisi lisan yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi, selain randai.

Kayat disampaikan oleh seseorang yang disebut tukang kayat. Lazimnya, tukang kayat adalah laki-laki, meskipun perempuan pun boleh menjadi tukang kayat. Penyajiannya dapat dilakukan di dalam atau di luar rumah. Waktunya malam hari, dimulai selepas sholat isya dan berakhir menjelang sholat subuh.
Pada mulanya kayat di Kuantan Singingi mendendangkan kisah-kisah nabi dan para pahlawan Islam, seperti Kayat Tangkurak Koriang (Hikayat Tengkorak Kering), Kayat Porang (atau Kayat Hasan dan Husin; mengisahkan peperangan cucu-cucu Rasulullah Muhammad SAW melawan Yazid bin Muawiyah), Kayat Kanak-kanak (berkisah tentang kehidupan anak-anak yang meninggal sebelum baligh, bebas dari dosa, dan dalam kedamaian hidup damai di akhirat mereka mencari, menolong, dan membimbing ibu-bapaknya untuk masuk surga).

Dalam bentuk tradisionalnya, kayat-kayat itu ditampilkan dalam majelis-majelis pengajian, atau sempena perayaan dan upacara keagamaan, seperti pesta perkawinan, syukuran, sunat rasul, dan aqiqah. Bila disajikan dalam perayaan-perayaan, maka pada bagian-bagian tertentu kisahannya, tukang kayat sering menyisipkan pantun-pantun popular untuk menyukakan hati khalayaknya, baik di bagian awal, di masa jeda, atau pada saat-saat penonton mulai jenuh.

Biasanya, kayat dimainkan oleh empat orang tukang kayat. Salah seorang dari mereka menjadi pemimpin kayat tersebut. Masing-masing tim terdiri atas dua orang sebagai teman untuk saling bersahut-sahutan. Kayat dimainkan di hadapan penontonnya tanpa ada jarak dan batas formal. Pada awalnya, dalam penampilannya, kayat diiringi alat musik berupa talam atau dulang yang terbuat dari kuningan/tembaga. Dalam perkembangannya, alat musik tersebut berkembang sehingga dipergunakan pula gendang, biola, ketabung dan kerincing.

Tukang kayat hendaknya memiliki suara yang bagus sehingga terdengar merdu di telinga masyarakat penikmatnya. Ternyata, untuk menjaga suara tetap merdu, tukang kayat terbiasa memakan tebu sebagai suguhan wajib, ditambah pisang rebus, serta sirih pinang sebagai pelengkap. Dengan suaranya yang merdu tersebut, tukang kayat akan menampilkan bermacam jenis irama, di antaranya; ungko tabobar (siamang jawab-menjawab), naik maligai (naik istana), dan pado-padi (irama permulaan).

Kayat tidak hanya berfungsi sebagai sebuah hiburan. Kayat juga berisi pandangan dan tuntunan perilaku hidup sehari-hari. Tak jarang, pertunjukan kayat ini dibungkus dengan cerita-cerita tentang kepahlawanan Islam atau gambaran kehidupan sesudah mati. Ada cerita yang berkisah tentang cerita dagang piatu (peruntungan), kayat kanak-kanak, dan kayat porang (perang).

Di Rantau Kuantan, keberadaan kayat tersebar di sejumlah daerah kecamatan, seperti Benai dan Kuantan Hilir. Kayat juga ada di Desa Toar, Kecamatan Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Di daerah ini hidup tukang kayat Nasir (79 tahun) dan Juharli (57 tahun). Akan tetapi, dua orang ini sudah tidak pernah lagi menampilkan kayat di tengah keramaian. Mereka terakhir tampil sekitar tahun 2000. Menurut Nasir, selain kayat asli sudah tidak banyak peminat, mereka pun mengaku usianya sudah tidak muda lagi untuk berkayat.

Tim kayat mereka pun sudah tidak lengkap lagi karena dua orang sudah meninggal. Oleh karena itu, ketika menampilkan kayat, mereka sudah tidak bisa menyelesaikan kayat tersebut sampai tuntas. Seharusnya, setelah habih satalo (habis satu episode), kayat harus disambung oleh tukang kayat yang lain. Para pekayat ini berharap, kesenian kayat ini bisa diwariskan kepada generasi sekarang dengan cara diajarkan kepada pemuda yang punya kemauan/kepedulian terhadap kayat.


Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Kayat Kunasing/Kayat Rantau Kuantan  menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800644.(Sumber: Saduran dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/kayat-sastra-lisan-dari-kuantan/ )

 


Seperti apa   dengan Tradisi Lisan Kayat tersebut ? silahkan menyaksikan video berikut : 

 

 

Pantun Atui

$
0
0
Pantun Atui adalah salah satu warisan sastra berupa adat kebiasaan turun-temurun dan pengungkapan melalui lisan yang berasal dari Kabupaten Kampar Riau. Berdasarkan sudut pandang kebahasaan, pantun ini berasal dari bahasa Ocu yang bermakna "pantun seratus" secara harafiah, terdiri dari seratus gugus pantun. Pantun Atui berlaku ketika hubungan percintaan terjadi dalam bentuk suara hati seorang laki-laki kepada perempuan yang menjadi pujaan hatinya. Pandangan sebenarnya yang mendasari tujuan pantun semacam ini adalah betapa tulus dan kuat sang laki-laki memberikan keyakinan cintanya kepada keturunan-keturunannya, sehingga harus menyediakan seratus pantun selama seratus malam.

Dalam satu gugus pantun, ada lima buah pantun. Pantunnya bersajak empat, lima, dan enam baris dalam satu untaian yang sudah rampung untuk ditampilkan serta bahasa Ocu berlogat Bangkinang dijadikan pilihan penyampaian dari mulut ke mulut. Pantun Atui berlaku ketika hubungan percintaan terjadi dalam bentuk suara hati seorang laki-laki kepada perempuan yang menjadi pujaan hatinya. Pandangan sebenarnya yang mendasari tujuan pantun semacam ini adalah betapa tulus dan kuat sang laki-laki memberikan keyakinan cintanya kepada keturunan-keturunannya, sehingga harus menyediakan seratus pantun selama seratus malam.

Pantun Atui dinyanyikan sambil duduk (biasanya diatas tilam yang disediakan di tengah rumah). Bentuk pantun ini adalah pantun berkait, berjenis pantun kasih sayang atau pantun muda-mudi. Pada masa kini, pantun ini dapat diiringi dengan alat-alat musik seperti biola atau rebab.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Pantun Atui menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi
201800645.
 
Bagaimana dengan Ragam Lisan atau pantun pada Pantun Antui silahkan disaksikan video berikut :
 

Tari Poang Siak

$
0
0

Suku Sakai merupakan salah satu masyarakat adat yang ada di Provinsi Riau, kini wilayah penyebaran mereka terletak di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Salah satu kesenian yang hidup dan berkembang pada masyarakat suku Sakai ini adalah Tari Poang yang diyakini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dahulu.

Masyarakat adat atau suku asli asli di Riau yang salah satunya ialah Sakai memiliki tradisi yang berupa pertunjukan yaitu tari Poang. Tradisi Poang ini sudah begitu lekat pada suku sakai yang berada dan bermukim di beberapa tempat yang ada. Tradisi ini sangat unik, meskipun merupakan praktek berperang, namun hanya disimbolkan saja. Dan hal ini telah ada sejak sakai menyadari bahwa hidup dan cara mereka bertahan harus memiliki kemampuan untuk berperang, baik lahiriah maupun batiniah.


Keberadaan Tari tradisi Poang yang menjadi bagian dari masyarakat suku Sakai di desa Kesumbo Ampai Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Tari Poang ini dipertunjukkan pada saat acara penyambutan kepala suku adat ketika datang meninjau desa Kesumbo Ampai. Pelaku dari Tari Poang seperti yang terdapat di Desa Kesumbo Ampai, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis Riau misalnya dimainkan oleh pelaku-pelaku yang memiliki usia dia atas lima puluhan tahun. Salah seorang pelaku tersebut adalah Ridwan yang diakuinya didasarkan secara turun temurun.


Kemudian pada masyarakat suku Sakai yang juga terdapat di desa mandiangin Kabupaten Siak, Tari Poang berfungsi untuk bela diri dan dilakukan untuk menghadapi/melawan musuh berupa manusia, hewan, dan makhluk gaib yang tidak tampak. Pelaksanaannya dapat seiring dengan dikei atau badewo saat mengobati orang sakit.

Tarian ini adalah simbolik dari orang Sakai menyelamatkan diri dari marabahaya: antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan. Tari poang bisa menggunakan senjata maupun tanpa senjata, adapun senjata (properti) yang digunakan adalah:

1.    Kujo
2.    Keris
3.    Panah
4.    Pedang
5.    Sumpit
6.    Tameng/perisai
7.    Tombak

Poang ini ditarikan oleh 6 orang laki-laki atau lebih di tanah lapang atau halaman. Adapun pakaian, gerak, musik, dan panggungnya adalah sebagai berikut:

a.      Rias busana

Tari Poang merupakan salah satu seni tradisional masyarakat adat suku Sakai yang tidak memiliki kebakuan dalam rias. Sementara busana dari penampilan Tari Poang ini menggunakan baju Teluk Belange warna hitam, putih dan merah serta menggunakan ikat kepala yang terbuat dari kain sesuai dengan warna kostum yang digunakan.

b.     Tata gerak

Tata gerak dalam Tari Poang terdiri dari enam ragam, yakni ragam hentak-hentak kaki, berputar di tempat, berputar pindah posisi, memberi salam, menjaga kekompakkan, dan menyerang. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a.      Ragam hentak-hentak kaki

Pada raga mini penari melakukan gerak hentak-hentak kaki maju ke depan berbaris dua berbanjar sambil kedua tangan mereka diturunnaikkan ke atas dan ke bawah serta memegang keris pada tangan sebelah kanan. Pada gerak ini penari sudah berada di panggung.

b.     Berputar di tempat

Pada ragam ini penari melakukan gerak berputar di tempat, dimana penari yang berada di sebelah kanan berputar ke arah kanan belakang.

c.      Berputar pindah

Pada raga mini penari melakukan gerak berputar pindah posisi dimana penari yang berada di sebelah kiri pindah ke kanan dan yang kanan pindah ke kiri.

d.     Memberi salam

Pada raga mini penari melakukan gerak memberi salam sambil bertepuk tangan dan memegang keris yang mereka bawa.

e.      Menjaga kekompakkan

Pada ragam ini penari melakukan gerakkan menjaga kekompakkan antara penari satu dengan penari yang lainnya dalam mempersiapkan menyerang. Dalam gerakkan ini penari juga menggerakkan keris yang mereka bawa ke samping kiri dan ke kanan.

f.      Menyerang

Pada ragam ini penari melakukan gerak menyerang dengan melakukan gerakkan hentak-hentak kaki ke depan yang lebih cepat. 

c.      Iringan musik

Iringan musik Tari Poang menggunakan alat musik Gondang Bebano, yakni alat musik perkusi yang terbuat dari kayu dan kulit sapi. Alat musik Gondang Bebano dimainkan dengan cara dipukul menggunakan kedua tangan. Alat musik lainnya yang digunakan adalah Celempong Kayu Tembaga. ALat musik ini memiliki suara nada yang berbeda yang tersusun menjadi enam bagian. Jika Gendang Bebano sebagai pengiring tempo, Celempong Kayu Tembaga digunakan untuk ragam tingkah nada. 

d.     Panggung

Panggung yang digunakan dalam pertunjukan Tari Poang bukanlah kebakuan panggung pertunjukan. Dikarenakan keberadaan Tari Poang untuk menyambut kedatangan tamu, tari ini dilakukan di laman terbuka dengan penonton dapat melihat dari sudut pandang mana saja.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Poang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001115.

 Seperti Apa Tari Poang dari Suku Sakai ini ? Jawabannya ada pada video berikut

 

 

Sumber :  (https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2025)

Perahu Baganduang

$
0
0

Perahu Baganduang ditampilkan di hari raya kedua bulan Syawal. Perahu itu digandeng sepanjang 20 meter yang dihiasi dengan atribut-atribut yang mewakili desa-desa adat gunanya untuk menjemput limau. Perahu Beganduang artinya bergandeng, perahu atau jalur yang bergandeng dua atau tiga perahu kemudian dihiasi dengan umbul-umbul adat yang ditambah atribut-atribut adat daerah Lubuk Jambi dan sekitarnya yang melambangkan kebesaran suku atau adat itu. Adat istiadat yang masih terjaga/terpelihara hingga kini dengan baik. Pembuatan Perahu Beganduang prosesnya sama dengan pembuatan perahu jalur yaitu dengan memakai upacara Melayu 

 

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Perahu  Baganduang  menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700479

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 94) 

Upah Upah Tradisi dari Rokan Hulu

$
0
0

Upah-upah adalah upacara adat di  Rokan (Rokn Hulu dan Rokan Hilir) , tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi dan menguatkan semangat pada orang-orang yang baru sembuh dari sakit keras, selamat dari sebuah musibah, menempuh hidup baru (menikah, khitan), atau meraih cita-citanya (wisuda, khatam Qur'an, mendapat pekerjaan baru), Situasi peralihan, atau bimbang, linglung, dianggap rawan, sehinggga membutuhkan semangat dan dukungan para kerabat, sahabat, dan handai taulan. Orang yang terhormat dan disegani akan dipilih sebagai pengupah-upah dalam upacara ini, diantaranya adalah:

  1. Pucuk suku atau ketua suku.
  2. Alim Ulama'.
  3. Guru (Guru madrasah dan guru mengaji).
  4. Cendikiawan.
  5. Kerabat yang lebih tua dari orang yang diupah-upah, seperti nenek. datuk (Kakek), Mamak (paman), dan mak cik (tante) dari pihak ayah maupun ibu.

Diserangkaian upacara ini, pengupah-upah tidaklah lebih dari sepuluh orang. Jika pengupah-upah sudah siap, maka ditentukanlah waktu upacara upah-upah tersebut. ditentukan pada hari Jum'at, sebelum waktu shalat, karena pada hari ini para lelaki tidak berkerja di ladang maupuan di kebun karet. Sedangkan upah-upah dalam rangkaian upacara pernikahan dilaksanakan setelah ijab kabul. Pelaksanaannya dilakukan dirumah orang yang diupah-upah dan diruangan yang cukup luas untuk mengadakan upacara. Orang yang akan diupah-upah akan duduk di salah satu sudut ruangan, para undangan duduk di setiap sisi ruang menghadap orang yang diupah-upah, disiapkan pula nasi balai dan nasi upah-upah. Prosesi akan dimulai setelah semua tamu dan pengupah-upah berkumpul ditempat tersebut.

 

Tata cara pelaksanaan upacara upah-upah

Tempat pelaksanaannya adalah rumah orang yang akan diupah-upah. Dipilih ruangan yang cukup lapang. Orang yang akan diupah-upah ditempatkan di dalam satu sudut ruangan, para tetamu undangan duduk bersila di setiap sisi ruang. Di hadapan orang yang diupah-upah diletakkan nasi balai dan nasi upah-upah. Setelah semua berkumpul, prosesi upah-upah dapat dimulai.

Mula-mula, kemenyan dibakar oleh para perempuan yang duduk di dapur. Kemenyan diletakkan di atas wadah berupa dasa (tempurung kelapa yang sudah dikikis hingga licin dan menghitam), atau di atas piring seng sebagai tempat bara kayu sebagai pembakar kemenyan. Kemenyan yang telah menebar aromanya ini kemudian secara beranting diserahkan kepada tuan rumah, pertanda upah-upah siap dilaksanakan.

Kemenyan kemudian diserahkan kepada pengatur upacara yang menyerahkannya kepada pengupah-upah. Kemudian diserahkannya kemenyan bpada orang yang duduk di sebelah kanannya, dan beranting kepada orang di sebelah kanannya hingga berkeliling ke seluruh ruangan, sebanyak tujuh kali putaran dan berakhir di hadapan pengupah-upah. Prosesi ini merupakan pembersihan tempat upaara dari hasrat-hasrat jahat yang mengganggu manusia dan jalannya upacara.

Selanjutnya, pengupah-upah bangkit menuju tempat orang yang akan diupah-upah untuk menabur beras kuning ke arahnya. Sebelum melakukannya, pengupah-upah memanjatkan doa dalam hati untuk minta perlindungan kepada yang maha kuasa, agar diberi kekuatan untuk mengupah-upah.

Tahap selanjutnya adalah mengupah-upah. Pengupah-upah mengambil nasi upah-upah dan mengangkatnya sejengkal di atas kepala orang yang diupah-upah, kemudian menggoyang-goyangkannya dengan gerakan berputar ke arah kanan, sebanyak tujuh kali. Penghitungannya diucapkan secara jelas: “oso” (esa/ satu), “duo” (dua), “tigo” (tiga), “ompek” (empat), “limo” (lima), “onom” (enam), “tujuh”, dengan intonasi datar dan tetap.

Setelah itu, pengupah-upah memberikan nasihat yang isinya anjuran untuk menuju kebaikan, yang berdasarkan kondisi dan alasan upah-upah diadakan. Upah-upah diakhiri dengan kembali menguapkan hitungan satu sampai tujuh, kemudian diikuti dengan kalimat, “salangkan kerbau tujuh sekandang, masih dapat dikendalikan, apalagi semangat kalian”. Lalu pengupah-upah meletakkan nasi upah-upah ke tempat semula dan kembali ke tempat duduknya dan menyerahkan kembali kemenyan kepada pengatur acara. Usai upah-upah, tuan rumah menjamu tetamu dengan hidangan sesuai kemampuan. Setelah menikmati hidangan, upacara ditutup dengan doa.

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Poang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001117. (sumer : Wikipedia & https://kebudayaan.kemdikbud.go.id)

 

Seperti Apa Tradisi Upah Upah tersebut ? Jawabannya ada pada video berikut :

 


Lukah Gilo Riau

$
0
0

Pola kehidupan masyarakat Banjar yang berpusat di pedesaaan dengan mata pencaharian bertani, berkebun dan menangkap ikan menyebabkan masyarakat Banjar memenuhi peralatan hidupnya dengan hal yang sederhana yang diambil dari alam dan lingkungannya. Seperti halnya mereka dalam menangkap ikan, mereka menggunakan alat yangdisebut ’lukah’. Alat tradisional ini ada seiring dengan engetahuan sederhana mereka bagaimana mereka bisa menagkap ikan tanpa harus menggunakan alat yang berbahaya. Alat yang disebut lukah ini dipergunakan oleh masyarakat Banjar hampir di seluruh wilayahKalimantan Selatan, baik untuk menangkap ikan di daerah-daerah aliran suangai maupun di danau-danau di tambak-tambak bahkan di rawa-rawa yang banyak terdapat di wilayah ini. Penggunaan lukah sampai saat ini masih dilakukan meskipun banyak pilihan lain berupa alat modern maupub obat-obat yang dapat dipakai sebagai alat untuk menangkap ikan.

 

Lukah adalah barang hasil kerajinan yang terbuat dari bambu dan rotan yang berbentuk tabung dengan ujung berbentuk kerucut tumpul yang diberi lubang yang gunanya untuk menagkap ikan. Lukah biasanya dibuat dengan panjang sekitar dua meter dan diameter kira-kira 30 centimeter (namun juga sangat tergantur dari lukah yang dibuat untuk keperluan menangkap ikan besar atau kecil). Menurut  bentuknya, lukah sibedakan menjadi dua yaitu ”lukah jarangdan ”lukah tatal”.

 

Kegunaan lukah disesuaikan dengan jenisnya. Lukah yang jarang hanya menangkap ikan yang besar-besar saja, sedangkan lukah tatal bisa digunakan untuk menangkap ikan baik besar maupun kecil. Namun yang biasa digunakan untuk menangkap ikan baik besar maupun kecil. Namun yang biasa digunakan oleh masyarakat Banjar, lukah tatal ini khusus dipakai untuk menangkap ikan papuyu atau ikan betook dan sepat. Adapun cara penggunaan lukah ini adalah sebagai berikut: sebelum lukah dimasukkan dalam air (sungai, tambak, atau rawa), di dalam lukah tersebut simasukan beberapa biji siput sawah yang besar yang kulitnya telah dipecah-pecah sebagai umpannya. Lubang belakangnya ditutup dengan ruas bambu atau tempurung. Pada saat lukah dimasukkan dalam permukaan hidup. Biasanya lukah dipasang berlawanan dengan arus air, sehingga bau siput yang dipecah itutercium oleh ikan-ikan, dan merangsang ikan-ikan itu untuk mencari sumber bau tersebut.

 

Biasanya lukah dipasang pada sore atau malam hari, dan pada pagi harinya, lukah-lukah itu diangkat ke permukaan untuk diperiksa ada ikan yang terperangkap atau tidak.Lukah-lukah itu diambil dan pada sore harinya dipasang umpan lagi dan dimasukkan ke air lagi untuk mencari ikan sebagai penghidupan mereka.

 

Selain di masyarakat  Banjar  Lukah Gilo cukup populer di Rkan Hulu khususnya di SUku Bonai,  Lukah Gilo merupakan kesenian tradisional yang sering dimainkan oleh rakyat dalam berbagai upacara, baik upacara adat maupun acara-acara lainnya. Kesenian ini mirip dengan Jailangkung yang dikendalikan oleh seorang pawang.  Lukah berarti alat tangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan dan Gilo berarti gila. Sebelum Lukah Gilo dimainkan, ada beberapa tahapan proses pembuatan yang perlu dilakukan hingga Lukah siap dimainkan. Lukah Gilo merupakan ekspresi dari hubungan atau komunikasi antara manusia (bomo) dan kawan-kawannya dengan makhluk gaib untuk masuk ke dalam Lukah, dengan berbagai tujuan keperluan budaya. Bagi suku Bonai, mahkluk halus yang masuk kedalam Lukah tersebut dikategorikan sebagai jin. Beberapa tahapan ritual yang harus dilakukan oleh sang bomo dan orang-orang yang terlibat dalam permainan ini, supaya lukah dipertunjukkan dapat berjalan lancar berikut tahapan pertunjukan lukah gilo ialah:

  1. Merokok. Bertujuan untuk mengumpulkan energi, menenangkan diri, dan berkonsentrasi;
  2. Makan. Bomo dan asisten bomo nmembawa bekal nasi dan lauk-pauk yang mereka masak sendiri dari rumah ketempat pertunjukan;
  3. Minum. Untuk melepas dahaga dan mengumpulkan energi;
  4. Membuka tutup lukah. Merupakan tahapan pertunjukan dimulai. Kain hitam penutup lukah dibuka oleh bomo utama.Bomo memanggil dua orang asistennya untuk memegang lukah, dan lukah pun kembali ditutup dengan menggunakan kain hitam oleh bomo sambil berkata kepada penonton;
  5. Mengambil mayang pinang dan memulai pertunjukan. Tahap ketika bomo duduk dihadapan lukah yang akan siap dimainkan sambil berkata kepada dua asistennya, "Dah siap ompun beduo?", yang artinya, "Apakah sudah siap kamu berdua?" (untuk melakukan lukah gilo sebagai tanda permainan dimulai);
  6. Membaca mantra perlahan dan cepat. Setelah semua lengkap dan bomo mulai menggoyang-goyangkan mayang pinang ke arah kiri dan kanan sambil membaca mantra lukah gilo;
  7. Lukah bergerak dan menggila, asisten bomo yang memegang lukah pun ikut bergerak ke manapun arah lukah digerakkan oleh bomo utama;
  8. Meniup lukah agar lukah berhenti bergerak;
  9. Lukah berhenti bergerak;
  10. Menyerahkan lukah kepada penyelenggara;
  11. Minum setelah pertunjukan


    Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Ghatib Beghanyut menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800637

     

    (Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 119)  

Ghatib Beghanyut

$
0
0
Ghatib Beghanyut berasal dari kata ghatib yang berarti dzikir, dan beghanyut yang berarti hanyut dengan menggunakan perahu. Ghatib beghanyut adalah suatu kegiatan dzikir di atas perahu dan berhanyut seiring arus sungai. Ghatib beghanyut ini dilakukan sejumlah jamaah masjid, mushalla serta warga muslim di daerah Siak, Mempura (di Kabupaten Siak Sri Indrapura), dan di kecamatan Bukitbatu (di Kabupaten Bengkalis). Tradisi ghatib beghanyut merupakan bentuk ritual tolak bala dengan mendengungkan do'a dan dzikir di atas permukaan air sungai.
 
Ritual ini bertujuan agar seseorang maupun masyarakat yang ada di daerah tertentu terhindar dari sial, penyakit, kejadian-kejadian buruk. Konsep tolak bala dalam kepercayaan lama bertujuan menghindar sial atau kecelakaan lebih diinstitusikan meneruskan beberapa ritual. Apabila terjadi suatu malapetaka, ia lebih merupakan upacara yang dilakukan berjadwal. Dalam suatu ungkapan Melayu dikatakan: tolak bala menolak segala petaka menolak segala celaka menolak segala yang berbisa supaya menjauh dendam kesumat supaya menjauh segala yang jahat supaya menjauh kutuk dan laknat supaya setan tidak mendekat supaya iblis tidak melekat supaya terkabul pinta dan niat supaya selamat dunia akhirat.  
 
Dulu pada zaman kesultanan Siak, ada suatu perkampungan terkena wabah penyakit menular (sampar).  Maka untuk mengatasi masalah ini, seluruh ulama dikumpulkan untuk melaksanakan ritual ghatib (zikir). Dimulai malam hari setelah Shalat Isya dengan berjalan berkeliling kampung diikuti semua lapisan masyarakat membawa obor sebagai penerangan. Setelah menyelesaikan perjalanan berkeliiling kampung, dilanjutkan berzikir di atas Sungai Jantan ketika air surut agar masyarakat dapat pulang dengan selamat serta untuk mengusir bala keluar menuju kearah laut, sehingga terusirlah semua wabah bencana dari kampung itu. Tradisi ini sempat hilang dimakan zaman, setelah beberapa tahun pemerintah berusaha mengangkat kembali tradisi warisan leluhur ini di tahun 2012 yang hingga kini menjadi agenda rutin tahunan dengan tujuan pengenalan dan pelestarian budaya sekaligus penggalakan destinasi wisata religius di Kabupaken Siak.
 
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Ghatib Beghanyut dilakukan malam hari setelah shalat isya pada setiap bulan safar. Bertempat di Sungai Jantan (Siak) dengan kedalaman yang dulunya mencapai 30 meter (namun kini tinggal sekitar 18 meter karena pendangkalan sungai). Kegiatan ini dimulai dari Pelabuhan Lasdap hingga ke Feri Penyebrangan Belantik, Desa Langkai, Siak. Menggunakan feri, serta 30 perahu mesin, dengan kapasitas untuk 1 perahu mesin di isi 10 orang. Tahap persiapan, petang sebelum ghatib beghanyut dilaksanakan, seluruh peserta dan masyarakat dengan mengenakan pakaian serba putih melaksanakan ziarah ke makam sultan yang terletak di Kecamatan Siak, tepatnya di samping Masjid Syahbuddin. Mereka juga berdoa dan berzikir bersama di sana dipimpin oleh ulama ataupun penghulu. Pada adat istiadat di Siak Sri Indrapura, kepala suku yang bergelar penghulu masih dihormati sebagai tata cara untuk menjaga adat setempat. Biasanya, seorang penghulu dibantu sangko penghulu, malim penghulu dan lelo penghulu. Ada juga batin, dengan kedudukan yang sama dengan penghulu tapi memiliki hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki penghulu. Batin dibantu 116tongkat, monti dan antan-antan. Pada perhelatan Ghatib Beghanyut, perangkat adat hingga orang kaya dilibatkan untuk mengikuti proses menolak bala. Warga menggunakan pakaian khas membuktikan rasa antusias untuk ikut menjaga kelestarian budaya Melayu di Siak. Ziarah makam ini merupakan rangkaian dari kegiatan ghatib beghanyut. Sementara itu puluhan sampan dan kapal sudah berjejer rapi di tepian sungai Siak.
 
Dalam perencanaan dan persiapannya, kegiatan ini sengaja dilaksanakan ketika air sungai sedang surut, tujuannya agar semua masyarakat dapat pulang dengan selamat. Tahap pelaksanaan, setiap orang yang mengikuti ritual Ghatib Beghanyutyang dikhususkan untuk kaum laki-laki ini mengambil posisinya masing-masing dengan dipimpin oleh seorang ulama dengan lantunan-lantunan dzikir; Allahuakbar. Allahuakbar. Allahuakbar. Seorang ulama bertakbir diikuti oleh seluruh masyarakat. Baik yang naik sampan atau hanya menyaksikan dari tepian. Senja semakin kelam, tapi tepian semakin menawan. Apalagi ketika bergema di atas Sungai Jantan. Sambil berzikir di atas sampan yang terus berjalan mengelilingi sungai, seluruh warga berzikir. Dalam hati berharap agar segala persoalan terbuang ke arah laut. Sudah pasti, selain berharap pahala dari Allah SWT, juga berharap perlindungan dari segala bencana.
 
Prosesi Ghatib Beghanyut dulunya disertai dengan tabur bunga dan persembahan sesajen ke sungai, namun dengan seiring masuknya ajaran islam ke daerah siak, hal itu kini ditinggalkan karena dinilai mengacu pada sesuatu yang syirik. Dalam ungkapan melayu dikatakan: Sampai ke arus yang berdengung Kalau tali boleh diseret Kalau rupa boleh dilihat Kalau rasa boleh dimakan Itulah adat sebenar adat Adat turun dari syarak Dilihat dengan hukum syariat Itulah pusaka turun-temurun Warisan yang tak putus oleh cencang Yang menjadi galang lembaga Yang menjadi ico dengan pakaian Yang digenggam di peselimut Adat yang keras tidak tertarik Adat lunak tidak tersudu. Penutupan Setelah selesai berkeliling kampung melalui Sungai Jantan, kegiatan itu pun diakhiri dengan makan bersama lalu ditutup dengan doa. Lagi-lagi khalifah dan kadam yang memimpin masyarakat. Ada pembukaan, ada penutupan. Ada permulaan pasti ada yang diakhiri. Keberadaan Ghatib Beghanyut memang baru digalakkan kembali secara meriah pada tiga tahun terakhir ini sebagai upaya agar tradisi masyarakat asli itu tak hilang dimakan zaman. Meskipun Ghatib Beghanyut kini dilakukanlebih sebagai ajang wisata atau sebuah rutinitas biasa, masih banyak warga percaya pelaksanaannya tetap bisa melindungi negeri dari berbagai bencana dan penyakit.
 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Ghatib Beghanyut menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800636.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 114)  

Syair Ibarat Khabar Kiamat

$
0
0

Syair Ibarat Khabar Kiamat merupakan salah satu sastra lisan yang karang dan diciptakan oleh seorang Mufti Kerajaan Indragiri bernama Syekh Abdurrahman Shiddiq.


Sejarah Singkat Tentang Tuan Guru Sapat Syech Abdurrahman Siddiq. Tuan Guru Syech Abdurrahman Siddik atau yang akrab disapa Tuan Guru Sapat merupakan seorang guru agama islam (Mufti Kerajaan Indragiri) yang cukup tersohor dan banyak memiliki murid yang berasal dari negeri Malaysia, Singapura, Kalimantan, Jambi dan Palembang. Beliau lahir di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan pada tahun 1867 M (1284 H). Ayahnya bernama Muhammad Afif bin Khadi H. Mahmud dan Ibunya bernama Shafura dan beliau merupakan keturunan ulama besar dari Kalimantan bernama Syekh Arsyad Al-Banjari. Sebelum menetap di Sapat Indragiri Hilir, Tuan Guru sempat merantau ke Padang (Sumatera Barat) untuk menemui paman beliau bernama As’ad. Di Tanah Minang tersebut, beliau menjalankan usaha sebagai penyepuh emas sembari berdakwah ke pelosok-pelosok Sumatera Barat berbekal ilmu agama yang telah di dapatkannya di pesantren sewaktu kecil.


Sekitar tahun 1886, Tuan Guru memutuskan berangkat ke Mekkah untuk lebih mendalami ilmunya. Setelah tujuh tahun menetap di Negeri Padang Pasir akhirnya Tuan Guru meminta izin untuk pulang ke Tanah Air dengan alasan ingin mengabdikan illmunya di kampung halaman dan mendapatkan persetujuan dari birokrasi pendidikan Mekkah. Setelah sampai di Kalimantan, beliau memutuskan untuk migrasi ke Sumatera tepatnya ke Bangka Belitung di mana Muhammad Affif (Ayah beliau) merantau panjang di negeri itu. Sekitar Tahun 1980 Tuan Guru tiba di Sapat, Indragiri Hilir. Migrasinya beliau dari Bangka Belitung ke Indagiri berdasarkan informasi dari seorang saudagar asal Indragiri Hilir bernama Haji Arsyad bahwa Indragiri Hilir (Sapat) memiliki potensi dan membutuhkan seorang ulama seperti Tuan Guru.


Seiring berjalannya waktu, Sultan Indragiri (sewaktu itu Sapat adalah bagian dari wilayahnya) mendapat informasi dari Panco Atan (Warga Indragiri yang pernah belajar di Mekkah) bahwa di Sapat terdapat seorang ulama besar. Atas informasi tersebutlah, Sultan mengundang Tuan Guru untuk bertemu. Dalam perbincangan keduanya munculah permintaan Sultan Indragiri agar Tuan Guru bersedia menjadi Mufti yakni seorang ahli agama yang ditugaskan oleh Sultan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam khusunya dalam hal perkawinan, mawaris, pengadilan dan perceraian. Namun awalnya, permintaan Sultan tersebut ditolak secara halus oleh Tuan Guru karena alasan masih memiliki tanggung jawab sebagai pengajar dilembaganya yang sebenarnya juga Tuan Guru tidak menyukai akan sebuah jabatan. Akhirnya dengan bujukan Sultan dan demi kepentingan agama diwilayahnya, Tuan Guru bersedia menjadi Mufti dengan syarat diantaranya, beliau tetap tinggal di Sapat dan tidak mau menerima gaji dari kerajaan.


Permintaan dari Tuan Guru tersebut disetujui oleh pihak Istana dan pada tahun 1327 H / 1910 M, Tuan Guru diangkat menjadi Mufti Kerajaan Indragiri hingga tahun 1354 H / 1935 H. Tidak semata-mata hanya menjadi seorang Mufti, Tuan Guru Juga sering pulang pergi menggunakan perahu kecil dari Sapat ke Istana Rengat, Indragiri untuk memberikan pengajian atas permintaan Sultan. Bahkan sebagian pejabat istana pada hari-hari tertentu juga pergi ke Sapat untuk mengikuti Majelis Ta’lim Tuan Guru.


Tuan Guru Syeck Abdurrahman Siddiq wafat pada hari Senin, tanggal 4 Sya’ban 1358 H, atau bertepatan dengan tanggal 10 Maret 1939 M karena sakit. Beliau berpulang kerahmatullah dalam usia kurang lebih 82 tahun. Jenazah dimakamkan di Kampung Hidayat, Sapat Indragiri Hilir.

Acara haul Tuan Guru Sapat Syech Abdurrahman Siddiq diadakan sebagai bentuk penghormatan atas peran beliau di dalam mengembangkan keilmuan pendidikan dan pengetahuan keagamaan islam. Dilaksanakan tiap-tiap tahun bertepatan hari wafatnya Tuan Guru Sapat. Acara tersebut dihadiri oleh ribuan jamaah dari berbagai pelosok Nusantara bahkan dari negeri tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.


Kitab-kitab Karangan Tuan Guru Sapat Syech Abdurrahman Siddiq
Selain aktif mengajar tentang agama islam, Tuan Guru juga merupakan seorang ulama yang prolific di dalam keilmuan Fiqih, Aqidah, Tasawuf, Tata Bahasa Arab, Hukum Waris, Sejarah dan lainnya. Di antara kitab yang telah ditulisnya adalah:
-    Jadwal Sifat Dua Puluh
-    Sittin Masalah dan Jurumiyah
-    Asrarul Shalah min’iddatiil kutubi al mu’tamadah
-    Pelajaran Kanak-kanak Pada Agama Islam
-    Fathul ‘alim fi tartib al ta’lim
-    Sya’ir Ibarat dan Kabar Kiamat
-    Risalah fi Aqa’id al-Iman
-    Risalah Takmilat Qawi al-Mukhtasar
-    Kitab al-Faraid
-    Bay al-Haywan lil-Kaafiriin
-    Tadzkirah li Nafsi wa-li Amtsa li min al-Ikhwan
-    Maw’izhah li Nafsi wa-li Amtsa li min al-Ikhwaan
-    Risaalat Amal Ma’rifat
-    Mu’jamul aayaat wal ahaadits fi fadhaaidil al’lm wa al’ulamaa wa al mutaalimiin wa al-mutasaami’iin
-    Risalaah al-Arsyadiyah wa ma ulihqa biha
-    Sejarah Perkembangan Islam di Kerajaan Banjar
-    Dam Ma’a Madkhal fi ‘ilm al-s arf
-    Beberapa Khutbah Mutlaqiyah

Salah satu petikan Mutiara Syair Khabar Kiamat oleh Syeck Abdurragman Shiddiq :
Bismillahirohmanirrohim
Terbit dari pada, hati yang salim (bersih)
Mendapat surge Jannatun Na’im
Dengan Kurnia, Robbir Rohim

Alhamdulillahirobbilalamin
Mengikuti sabda, Saiyidil Mursalin
Dapat syafaat, sekalian mu’minin
Masuk surga, Salamin Aminin

Diiringi dengan, sholat salam
Kehadirat Nabi, Saiyidil Anam
Dengan Nas (dalil), Qur’anul A’zom
Wajib mengikuti, dengan Ihtirom

Kemudian dengarkan, suatu cerita
Terbit dari pada, hati yang duka
Bukannya hamba, mengada-ada
Supaya dikenal, saudara kita

Suatu cerita, hamba khabarkan
Kepada sekalian, ahli dan ikhwan
Tandanya dunia, akhir zaman
Orang yang salah, dapat kebenaran

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Poang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001123.


(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2046)

Silat Perisai

$
0
0
Silat Perisai adalah sebuah seni pertunjukan dari seni pencak Silat.  Silat Perisai  dimainkan      oleh   sepasang      atau   beberapa  pasang      pemuda       dan    pemudi      sebagai     pertunjukan       seni  tradisional guna menyambut kedatangan tamu pejabat daerah  pada sebuah upacara pembukaan seni tradisi seperti, Pekan Budaya Daerah, Pekan Olahraga Tradisional, Upacara Balimau  Kasai, pembukaan MTQ dll. 
 
Kelompok Silat Perisai ini tampil dengan      iringan musik    Calempong Oguong     yang   dimainkan oleh lima orang. Busana pesilat berwarna hitam berikat kepala  dengan properti   sebilah   pedang   dan sebuah   perisai.  Pedang dan perisai terbuat dari kayu.

Keberadaan   Silat   Perisai   dimulai   pada   masa   Wilayah   Negeri Kampar         dulunya       sebelum       kemerdekaan          RI    pernah mempunyai          sistem    pemerintahan        Andiko      dimana      yang berkuasa adalah Pucuk Adat yang disebut Ninik Mamak. Ninik  Mamak menaungi masyarakat yang disebut anak Kemenakan dan     Urang    Sumondo.      
 

Setiap    kelompok      masyarakat       yang  terdiri   dari   Anak  Kemenakan        dan   Urang   Sumondo   disebut  pasukuan. Setiap pasukuan memiliki dubalang/pendekar Silat  Perisai. Pada masa itu yang berlaku hukum adat.  Bila terjadi silang sengketa antara pasukuan misalnya tentang  wilayah hutan tanah, menurut hukum adat diputuskan untuk  menentukan          siapa    yang     berhak      mengadu       dua    orang  dubalang/pendekar   dari   dua   suku   yang   bersengketa   itu   di  gelanggang   silat.   Masing-masing   dubalang   memakai   busana  teluk belanga lengan pendek, kain sesamping dan ikat kepala, bersenjata sebilah pedang si tangan kanan dan sebuah perisai  di   tangan   kiri.   Dengan   diberi   aba-aba   oleh   dubalang   pucuk  adat   pertarungan      dimulai.    Bila  salah   seorang    dubalang      itu  sudah      terdesak     dan   tak   mampu       lagi  bertahan      sehingga mungkin   akan   terluka/terbunuh,   isteri   dubalang   dimaksud  akan      masuk       ke    gelanggang        (sebagai     wasit)      segera  menghentikan   pertarungan   itu   dengan   sebuah   isyarat   yang  menyatakan pada hadirin bahwa pendekar (suaminya) telah  mengaku        kalah.   Dengan      itu  Pucuk     Lembaga       Adat    akan  mengumumkan pasukan yang menang.

 

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Silat Perisai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201700475.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 84)

Joget Sonde

$
0
0
Tari Tradisi Joget Sonde merupakan tarian yang berasal dari Desa Sonde yang ada di Kecamatan Rangsang, Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti yang dikoreografi (diciptakan) oleh Cik Minah yang merupakan masyarakat asli Suku Akit dari Desa Sonde.
 
Pada awalnya Joget Sonde ini diciptakan untuk mengungkapkan kebahagiaan si koreografer dan hanya sebagai sebuah tarian bergembira dan tarian hiburan. Karena tari ini terciptanya di Desa Sonde maka diberilah nama dengan sebutan Tari Joget Sonde. Sejarah Desa Sonde itu sendiri adalah pada zaman dahulu pohon sonde hanya terdapat di daerah kampung tersebut, di mana getah pohon sonde tersebut bisa dijual dengan harga yang tinggi. Karena banyak orang yang pergi mengambil kayu sonde dan daerah tersebut tidak memiliki nama maka masyarakat setempat memberi nama Sonde.

 

Tradisi Joget Sonde dalam kehidupan masyarakat Sonde, Kecamatan Rangsang Pesisir mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sarana hiburan. Tari ini dapat membangun solidaritas yang tinggi dalam lingkungan masyarakat karena mengajarkankepada generasi mudanya bagaimana bekerja sama dan membina rasa kekeluargaan antar masyarakat. Tari Tradisi Joget Sonde dipertunjukkan pertama kali di pada tahun 1960-an dalam acara pesta perkawinan.
 
Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Joget Sonde menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600314. 
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 78)  

Debus Indragiri Hulu

$
0
0

Debus Indragiri Hulu adalah sebuah kesenian tradisional masyarakat Melayu Indragiri Hulu, yang telah ada semenjak kesultanan Indragiri yang dibawa oleh Syeh Ali Al Idrus (bangsa Arab Hadratul Maut). Tempo dulu kesenian Debus digunakan sebagai sarana penyebaran agama Islam di wilayah Indragiri, dan sekarang kesenian debus sebagai sarana hiburan pada perayaan pernikahan, Sunat Rasul, serta perayaan Islam lainnya. Alat yang dipakai dalam debus berupa sebilah besi yang tajam bermata tiga. Debus dilakukan secara bergiring-giring dengan kalimat berjanji diiringi musik Gebano serta dipimpin oleh seseorang Khalifa', lalu penari/pemain debus menusukkan debus bermata tajam ke lengan dan ke perut penari. Maka dengan izin Allah SWT penari Debus tidak terluka oleh tajamnya mata Debus. Pada akhir pertunjukan Debus ditutup oleh Khalifa' dengan do'a -do'a

 

Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Debus Indragiri Hulu menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600312.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 73)  
 

Nyanyi Panjang

$
0
0
Nyanyi Panjang merupakan jenis sastra lisan bercorak naratif (cerita) yang dipertunjukan oleh tukang nyanyi panjang dengan cara dinyanyikan atau lagukan. Nyanyi Panjang mengandung arti Nyanyi yang bermakna pertunjukan dan Panjang yang bermakna waktu yang diperlukan untuk penyampaiannya. Oleh karena itu, Nyanyi Panjang adalah suatu cerita yang dinyanyikan atau dilagukan dengan penyampaian yang memakan waktu panjang atau lama, biasanya lebih dari satu malam untuk satu cerita. Cerita-cerita tersebut disampaikan oleh tukang cerita (kadangkala dipanggil dengan sebutan tukang Nyanyi Panjang) dengan menggunakan lagu dan irama tertentu yang sesuai dengan judul cerita tersebut.Nyanyi Panjang merupakan cerita tokoh yang mempunyai kekuatan supranatural yang didapatkan melalui berbagai cara. Nyanyi Panjang ini murni hasil kreatifitas masyarakat dan menjadi milik bersama, kemudian diwarisakan secara turun temurun dengan cara berguru pada tukang cerita. Tidak ada buku rujukan yang mereka jadikan pegangan. Karena itu, Nyanyi Panjang termasuk kategori kelisanan primer. Dalam pertunjukan Nyanyi Panjang, ada empat unsur yang saling berkaitan dan mempengaruhi yaitu: tukang cerita, cerita, suasana pertunjukan dan penonton.
 
 
Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Nyanyian Panjang menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600310.
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 69)  

Manongkah

$
0
0
Tongkah artinya papan untuk tumpuan atau titian yang biasanya dipasang pada tempat becek dan basah (lumpur). Di Komunitas Duanu (Orang Laut) Indragiri Hilir, Provinsi Riau, tongkahmenjadi salah satu alat bantu yang cukup unik ketika mencari kerang darah (Anadara Granosa). Dalam dialek Duanu disebut tiangan. Pekerjaan tersebut kemudian dinamakan Menongkah atau Manongkah, yang dalam bahasa Duanu disebut Mut tiangan atau Mud Ski atau Ski Lumpur.Teknik menongkah inilah yang kemudian menjadi tradisi orang Duanu dalam mencari kerang di pantai lumpur. Dengan menggunakn sebidang papan, salah satu kaki kemudian menjadi pengayuh. Dahulu, ketika kayu besar masih mudah didapat, tongkah adalah sebentuk papan yang tidak bersambung. Tetapi sekarang sudah banyak pula tongkah dari gabungan papan. Tongkah rata-rata memiliki panjang 2 meter sampai dengan 2,5 meter. Sementara lebarnya antara 50 cm sampai 80 cm, dan ketebalan 3 cm sampai 5 cm. Gerak tongkah dipengaruhi lentik papan. Sebab tak jarang pula tongkah menancap ke dalam lumpur. Jenis kayu yang digunakan untuk membuat tongkah adalah Pulai dan Jelutung. Kedua ujung tongkah berbentuk lonjong atau lancip serta melentik ke atas.


Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Manongkah menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700478.
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 93)  

Batobo

$
0
0

Pantun Batobo merupakan salah satu sastra lisan yang dikenal di wilayah budaya Kampar, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu. Pantun ini dilagukan oleh para petani ketika kegiatan Batobo dilakukan. Batobo adalah kegiatan gotong royong untuk mengerjakan ladang yang dilakukan bersama-sama. Anggota Batobo bergiliran mengerjakan sawah mereka yang tergabung dalam kelompok tersebut.Biasanya anggota Batobo terdiri dari 10 sampai 15 orang. Mereka bekerja mulai dari pagi hingga tengah hari. Kemudian dilanjutkan setelah waktu Zuhur sampai masuk waktu Ashar. Sebagai hiburan pengobat penat dan letih, maka para petani saling berpantun. Pantun inilah yang disebut dengan Pantun Batobo. Pantun Batobo merupakan salah satu bentuk karya sastra yang tergolong ke dalam sastra lisan. Dalam pantun ini terdapat metafor-metafor serta penggunaan tanda bahasa yang menarik.Keberadaan pantun Batobo terancam punah karena kegitan Batobo sudah berangsur ditinggalkan. Ditambah lagi perubahan dari berladang atau sawah berganti dengan perkebunan sawit. Sehingga kegiatan bergotong-royong dan berpantun akan semakin sulit ditemukan di masyarakat.

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Batobo  menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700480

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 97) 

Sijobang Buwong Gasiong

$
0
0

Kesenian Sijobang Kampar merupakan suatu bentuk teater monolog tradisional yang dimainkan oleh seorang seniman dengan berdendang, pantun dan syair serta gerak tubuh yang sesuai dengan isi cerita. Kesenian Sijobang umumnya dipentaskan pada malam hari setelah acara kenduri khitanan, kenduri akikah dan terkadang setelah upacara perkawinan. Kesenian Sijobang pada prinsipnya boleh saja ditampilkan pada siang hari, namun seniman Sijobang lebih menyukai penampilan pada malam hari karena suhu udara yang dingin menyebabkan suara mereka tidak cepat hilang dan tidak cepat lelah. 

Sijobang lebih banyak ditampilkan pada acara khitan dan kenduri akikah karena memang ditujukan sebagai cerita untuk menghibur dan sekaligus sebagai media transmisi nilai-nilai budaya serta adat kepada anak-anak. Pertunjukan dimulai setelah sholat Isya sekitar pukul 20.00 wib dan istirahat pada pukul 24.00 wib setiap malamnya. Teater Buruong Gasiong biasanya ditampilkan selama tiga hingga tujuh malam tergantung permintaan tuan rumahyang memiliki hajatan. Menurut tradisinya, kisah yang dimainkan dalam Sijobang terikat pada cerita Buruong Gasiong (atau biasa juga disebut Gadi Buruong Gasiong) dan Uwang bagak Pinang Baibuik. Tidak seperti cerita rakyat pada umumnya yang dapat diceritakan sambil lalu, kedua cerita ini terikat pada metode penceritaan melalui pementasan Sijobang buruong gasiong. Keterikatan ini dikarenakan kepercayaan 83masyarakat terhadap aspek magis yang terdapat dalam cerita Buruong gasiong. Makin detil cerita disampaikanmaka semakin berhasil sang aktor menghibur para penonton. Alur naik turun emosi haruslah terasa oleh penonton.Dalam pertunjukannya pemain Sijobang memakai baju teluk belanga, celana panjang, ikat kepala atau kupiah. Si pemain juga membawa kain sarung yang sekaligus berfungsi sebagai selimut. Selain pakaian, pemainSijobangdiharapkan dapatmenyediakan properti yang terdapat dapat dalam cerita. Properti yang biasa dipakai berupa alat-alat dapur, dan tiruan senjata tajam.

Sejak zaman dahulu hingga saat ini, seniman Sijobang seluruhnya laki-laki. Dalam Sijobang, seniman laki-laki dituntut untuk mampu memerankan seluruh tokoh yang terdapat dalam cerita Buruong Gasiong dan Pinang Baibuik. Untuk membedakan antara tokoh perempuan dengan laki-laki, pemain Sijobang biasanya tidak memakai pakaian atau aksesoris yang identik dengan perempuan. Pembedaan hanya dilakukan dengan mengeluarkan nada suara yang lembut dan gerak tubuh yang gemulai. Ini dikarenakan seorang seniman yang sedang memainkan Sijobang tidak memiliki kesempatan untuk mengganti pakaian sesuai dengan tokoh yang sedang diperankan. Para penonton harus mampu menafsirkan sendiri tokoh yang sedang diperankan dan memahami kalimat yang diucapkan.

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Zapin Api menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201700474
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 82)  

 

Syair Siak Sri Indrapura

$
0
0

Syair adalah ungkapan yang berisikan kandungan sejarah, agama, sains, dan kesusastraan. Keseluruhan pikiran isi syair tersebut dinaungi oleh kehidupan dan keagamaan masyarakat yang hidup pada masa itu. Isi syair mencakup rentangan waktu yang luas tentang kehidupan spiritual nenek moyang serta memberikan gambaran tentang alam pikiran dan lingkungan hidupnya pada masa itu. Syair juga mengandung kata-kata nasehat, romantika, dan kegundahan yang dilantunkan oleh para dayang-dayang istana untuk menghibur Sultan.

Syair Siak Sri Indrapura tertulis dalam naskah kuno menggunakan aksara Arab .Syair ini juga menjadi salah satu acuan dalam menulis sejarah,asal-usul serta peristiwa yg terjadi pada kerajaan.selain itu juga berisi tentang hikmah berupa nilai-nilai luhur warisan nenek moyang khususnya di daerah kerajaan siak yang hingga kini masih relevan dan sering di lakukan oleh masyarakat yg berada di daerah kabupaten Siak Sri Indrapura.

Di Siak sendiri, tradisi bersyair sudah menjadi hal yang cukup merakyat. Orang tua banyak menggunakan syair sebagai cara menidurkan anak. Syair berisi nasihat, petuah, nilai-nilai agama banyak digunakan para orang tua. Namun, seiring perkembangan kehidupan modern yang kian pesat, tradisi ini mulai langka. Bersyair telah digantikan dengan tradisi modern lain sehingga kalangan muda mulai meninggalkan hingga tak mengenal lagi budaya syair. Melalui anugerah Warisan Budaya Tak Benda yang diberikan kepada Syair Siak Sri Indrapura, diharapkan upaya konservasi dan pelestarian tradisi ini bisa dilakukan.
 

Salah satu Contoh dari Syair Siak adaterdapat dalam buku Dar Al-Salam Al Qiyam ditulis oleh Ahmad Darmawi, dan berikut merupakan contoh Syair Siak tersebut:

001. Dengan Bismillah sebermula kata
Membasahi lidah semogalah pokta
Limpah Rahmat-Nya ke alam semesta
Taufiq dan Hidayah-Nya nan hamba pinta

002. Dengan Bismillah syair dimanqul
Hikayat dan kisah riwayat berqaul
Merangkai peristiwa sejarah dibuhul
Berdasar kenyataan fakta disimpul

003. Hikmah Bismillah sejarah dibayan
Berkat kalimah Malik al-Dayan
Rahman dan Rahim-Nya sepanjang zaman
Cantik Indah-Nya sungguhlah hasnan

004. Kepada Nabi Sayyid al-Salam
Beserta keluarga shahabat ikram
Thabi’ Thabi’in ‘Ulama muhtaram
Bersama Auliya mujahid Islam

005. Shalawat dan Salam terucap serta
Nabi dan keluarga sahabat merata
Do’a arwah disampaikan nyata
Kepada nan hilang mendahului kita

006. Berkat ucapan shalawat salam
Syair ditekat qiyas bersulam
Bertenun sejarah syair di qalam
Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam

007. Dihimpunlah huruf membentuk kata
Merangkai peristiwa beralaskan fakta
Mengulas sejarah berdasarkan data
Semoga jelas sebarang berita

008. Berawal Alif hinggalah ke Ya
Tersusun syair mutiara cahaya
Madah digubah maknanya kaya
Siak Indrapura negeri auliya

009. Rangkai peristiwa sedia digubah
Siak bermadah syair diwarkah
Siak Indrapura negeri kamilah
Semoga kaya sebarang khazanah

010. Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam
Demikianlah tajuk syair disulam
Bertenun sejarah songket muhtaram
Berdedai budaya badarul alam

011. Siak Sri Indrapura syair dikata
Bukannya dongeng tetapi cerita
Kisahnya shahih riwayatnya nyata
Beralaskan sejarah berdasarkan fakta

012. Syahdan dibuka lembaran riwayatnya
Tersebut prihal negeri Siak namanya
Sri Indra pura sebutan lengkapnya
Dar al-Salam al-Qiyam kamilatnya

013. Sejarah Siak riwayatnya nyata
Berbagai kitab menukil serta
Perihal negeri tahta permata
Melalui syair hamba berwarta

014. Sejarah Siak sejak dahulu kala
Dari kerajaan tumbuh bermula
Hingga kemerdekaan demikian pula
Kembali diungkap sedia kala

015. Ayuhai ikhwan hamba serukan
Kepada nin tuan hamba harapkan
Terkhilaf bicara mohon maafkan
Tersalah sejarah mohon betulkan

016. Yang segenggam patut digunungkan
Yang setitik baiknya dilautkan
Yang pendek elok dipanjangkan
Yang panjang potong singkatkan

017. Yang sebungkah bila digunungkan
Yang setetes jika dilautkan
Yang baik kan menjadi pedoman
Yang buruk kan menjadi sempadan

018. Sejarah tersurat dalam maknanya
Baik dan buruk jelas bedanya
Terpulang maklum pembaca sekaliannya
Mengambil tauladan serta i’tibarnya

019. Tersebutlah negeri di bawah angin
Sebelah Timur Tanjung Comorin
Hindia depan arahnya alamin
Tujuan migrasi Melayu bermustautin

020. Penduduk Nusantara generasi pertama
Proto Melayu bangsanya bernama
Bermigrasi ke Nusantara waktunya lama
Ras Wedda demikianlah nama

021. Gelombang pertama terjadi migrasi
Sekitar dua ribu lima ratus Sebelum Masehi
Hingga seribu lima ratus Sebelum Masehi
Ke wilayah Nusantara tujuan migrasi

022. Bilakah masa awal mulanya
Tiada pasti bilakah masanya
Di negeri mana daerah tujuaannya
Tiada tentu tempat pastinya

023. Menurut dugaan migrasi manusia
Penghuni pertama di Tenggara Asia
Berasal dari belakang benua Hindia
Di sekitar kaki pegunungan Himalaya

024. HR van Heekeren berpendapat syahda
Proto Melayu adalah ras wedda
Dengan Austroloide migrasi ada
Negrito dan Melanisia sama berada

025. Mereka datang diawalnya waktu
Setelah zaman es berakhir tentu
Di zaman mesoliticum mengikut waktu
Pendukung awal budaya zaman Batu

026. Penghuni pertama Nusantara kita
Sisa keturunan masih ditemui fakta
Akit dan Laut Sakai diperkata
Talang Mamak dan Bonai pun serta

027. Di Pantai Timur Pulau Sumatra
Lautan Cina di Selatan mara
Terhampar negeri indra pura
Negeri bahari sungai bermuara

028. Sebelum siak bernama siak
Sungai Jantan namanya suak
Belum dihuni sebarang puak
Berhutan belukar dipenuhi semak

029. Sebelum Siak namanya disebutkan
Siak masih bernama Sungai Jantan
Ketika wilayah belumlah bertuan
Datanglah manusia memulai kehidupan

030. Sewaktu nenek masih makan keluang
Sewaktu gagak masih putih tak berbelang
Tersebutlah suatu negeri luas terbentang
Alur sungainya dalam berarus tenang

031. Di sekitar wilayah daerah Siak
Orang Sakai ‘lah lama bertapak
Penduduk asli masih berjejak
Hingga sekarang masihlah tampak

032. Sakai hidup dalam darurat
Hidup selingkung di hutan lebat
Berladang berburu kerja dijabat
Menyara hidup kaum kerabat

033. Ketika migrasi kedua terjadi
Tigaratus tahun Sebelum Masehi
Mereka menjadi penduduk pribumi
Dengan kebudayaan yang agak tinggi

034. Deutro Melayu bangsa bernama
Melayu Muda disebutkan nama
Kebudayaan maju serta perima
Datang mendesak penduduk lama

035. Masa beredar waktupun berganti
Tepian sungai berpenghuni pasti
Di Sungai Jantan negeri bersebati
Berkembang pesat sudahlah pasti

036. Demikian kisah zaman dahulunya
Sungai Jantan panjang sejarahnya
Karena terbatas berita tentangnya
Cukup sekian hamba menceritakannya

 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan  Syair Siak Sri Indrapura menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800634.

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 111)   

Basiacuong

$
0
0

Basiacuong berasal dari kata siacuongdan acuongyang artinya sanjung menyanjung. Basiacuong berisi ungkapan petatah-petitih dan pantun yang bermakna. Dalam adat-istiadat dan pergaulan Pemuka Adat, Datuk, Ninik Mamak di daerah Kampar, siacuong menjadi bahasa pengantar. Basiacuong merupakan gaya bertutur ketika berdialog, berunding dan bermusyawarah dalam adat Kampar dengan gaya bahasa prosa liris. Penuturannya disampaikan dengan bahasa yang halus. Basiacuong menjalankan fungsinya sebagai gaya berbicara yang tinggi pada berbagai kesempatan, antara lain pada saat penyampaian larangan dan teguran adat, nasehat, acara pernikahan, khitanan, dan lain sebagainya.

Dalam perkembangannya, basiacuong kemudian berfungsi menjadi pendorong bagi masyarakat untuk terampil berbicara, mempertinggi sopan dan santun, mempererat silaturahmi, bermusyawarah untuk mufakat, serta memperkokoh rasa kebersamaan untuk saling tolong-menolong. Basiacuong berlandaskan hukum dasar Andiko 44. Hukum dasar ini adalah Hontak Soko Pisako, yaitu hukum dasar yang dapat mengakomodasi dan menyesuaikan diri dengan hukum-hukum yang berlaku di tengah masyarakat.

Basiacuong menjadi sangat penting dalam sebuah lembaga adat karena lembaga adat merupakan tempat bermusyawarah mencari kata mufakat. Seorang ninik mamak dalam adat Kampar harus menguasai basiacuong, apalagi jika ia mempunyai kedudukan dalam lembaga adat Andiko dan lembaga adat negeri. Pada masa lampau keterampilan melakukan basiacuong adalah wajib bagi setiap laki-laki dari suku bangsa Melayu Kampar. Keunikan yang ada pada adat Melayu Kampar ini menjadi penopangdan citra yang melekat pada sosok pemangku adat dan masyarakat yang beradat. Sehingga budaya ini masih bertahan hingga masa kini sebagai gaya yang khas pada masyarakat Melayu Kampar-Riau.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Ghatib Beghanyut menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800638

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 123)  

 

Viewing all 270 articles
Browse latest View live