Rumah ini diperkirakan dibangun Tahun 1887 dan didiami oleh H. Yahya seorang getah karet ternama pada masa itu, H. Yahya beserta Istrinya Zainab memiliki 5 orang anak yaitu H. Abdul Hamid Yahya yang merupaka salah satu pejuang perintis kemerdekaan, Hj. Ramzah Yahya, Kamsah Yahya, Hj Ramnah Yahya dan Nurisah Yahya
Pada masa Pra Kemerdekaan rumah ini pernah dijadikan basis pejuang Fisabilillah sekaligus menjadi logistik dan dapur umum, namun karena alasan keamanan basis pejuang Fisabilillah tersebut dipindahkan ke Surau Irhaash yang terletak di Jalan Senapelan.
Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1958 rumah ini difungsikan sebagai salah satu markas sekaligus tempat tinggal Tentara Nasional Indonesia di era penumpasan pemberontakan PRRI di Sumatera Tengah khususnya Riau.
Rumah ini juga pernah ditempati oleh KH. Muhammad Sech seorang Imam Besar Mesjid Raya Nur Alam (Mesjid Raya) yang juga menjabat sebagai Kadi yang diangkat langsung oleh Sultan Siak pada masa Sultan Syarif Kasim II dan beliau merupakan salah satu menantu H. Yahya , selanjutnya rumah ini ditempati oleh Hj Ramnah Yahya yang bersuamikan H Ibrahim, semasa ditempati oleh Hj. Ramnah Yahya rumah ini digunakan untuk aktifitas mengajar anak-anak mengaji , bertenun, menekat, dan beliau juga sebagai Mak Andam pernikahan dan kemudian rumah ini ditempati anak Hj. Ramnah Yahya yaitu Yusuf Ibrahim, kemudian setelah Yusuf Ibrahim memiliki Rumah dn rumah ini dibiarkan kosong dan hingga saat ini dimanfatkan oleh Ibu Ibu dan Remaja Putri Kampung Bandar sebagai kegiatan menenun.